Oleh Erwin Edhi Prasetya
Yogyakarta, Kompas - Bangsa Indonesia harus sanggup menjaga kelestarian budaya keris. Itu karena, budaya keris sudah diproklamasikan sebagai salah satu karya agung warisan budaya oral serta nonbendawi manusia. Keris menjadi kekayaan budaya nasional yang tidak boleh hilang.
Dr Sri Hastanto, Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, mengungkapkan hal itu dalam pembukaan Workshop dan Pameran Keris di Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Jumat (10/3).
"Keris di sini jangan hanya dipandang sebagai sebuah benda atau sebagai senjata tradisional saja. Tetapi, keris sebagai suatu budaya yang masih terus hidup, ia adalah bagian dari kehidupan masyarakat," katanya.
Proklamasi keris sebagai karya agung ciptaan manusia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) didasarkan atas kriteria yang berbeda dengan benda peninggalan bersejarah atau benda purbakala. Namun didasarkan kenyataan, tradisi keris merupakan unsur budaya yang masih hidup (living culture), memiliki peran sosial dan kedudukan unik dalam tatanan budaya masyarakat.
Sri Hastanto menuturkan, sebagai upaya pelestarian warisan budaya nasional, saat ini pemerintah sedang bersiap ikut meratifikasi konvensi UNESCO, yakni Convention of Save Guarding the Intangible Cultural of Heritage, konvensi pelestarian berbagai karya agung dunia. "Aturan hukumnya sedang disiapkan sebelum kita ikut meratifikasi. Bentuknya mungkin kepres (keputusan presiden," ujarnya.
Segera ratifikasi
Himalchuli Gurung, perwakilan UNESCO Jakarta, berharap Indonesia dapat segera meratifikasi konvensi UNESCO itu. Sebab, konvensi tersebut akan mulai berlaku efektif 20 April 2006. Junus Satroatmodjo, Ketua Panitia Penyelenggara Workshop dan Pameran Keris, menyatakan, kegiatan ini bertujuan menyosialisasikan kepada masyarakat atas pengakuan dunia terhadap budaya keris sebagai karya agung warisan budaya oral serta nonbendawi manusia (masterpieces of the oral and intangible heritage of humanity).
"Perkembangan dunia sekarang membuat masyarakat sudah tidak familier lagi dengan keris. Orang hanya melihat keris sebagai senjata penuh mistik, nah kita ingin mengoreksi itu. Sebab, banyaknya cerita-cerita seperti itu telah mengurangi nilai keris," ucap Junus.
Ki Juru Bangunjiwo, ahli keris, mengemukakan, pemerintah kini sudah harus mulai memerhatikan nasib para perajin dan empu keris. "Karena di tangan merekalah pembuatan keris ini akan bisa tetap lestari," paparnya.
Dalam pameran itu dipamerkan lebih kurang 80 keris, antara lain dari masa Majapahit, Pajajaran, hingga Mataram, koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta dan koleksi pribadi para kolektor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar