Batu “Meteor” Milik Ponari Dulu Hanya Dimiliki Oleh “Empu” Sakti
Fenomena dukun Cilik Ponari terus menebar sensasi. Kemunculannya bak sebuah magnet yang mampu menyedot perhatian kalayak ramai. Bahkan, ketika tempat praktek dukun cilik itu dinyatakan ditutup, ribuan calon pasiennya yang ingin sembuh lewat batu ajaibnya nekad protes. Benarkah batu ajaib itu benar-benar ampuh..?, berikut pengakuan sejumlah pasien Ponari yang berhasil ditemui Lawu Pos.
Ponari dengan batu ajaibnya, sampai saat ini masih menuai tanggapan yang berfariatif. Pro dan kontra mewarnai kemunculan dukun cilik asal Jombang itu. Ada yang bersikukuh cara pengobatan yang dilakukan dukun cilik itu sungguh tidak masuk akal bahkan menjurus menyesatkan. Oleh karenanya, ada pihak yang menentang keras dan meminta agar praktek itu segera diakhiri dan ditutup. Namun yang merasa yakin dengan keampuhan Ponari tidak kalah hebatnya. Hanya dalam hitungan hari, ribuan pasien yang berharap sembuh dari sakitnya berdatangan menyerbu tempat praktek dukun cilik itu. Dan tidak tanggung-tanggung, calon pasiennya-pundatang dari luar kota, luar jawa, bahkan dari negara tetangga. Sebegitu dahsytnya kabar keampuhan dukun cilik Ponari, sehingga kemunculannya cepat tersiar kemana-mana.
Ironisnya, pasca kemunculan Ponari, kamudian bermunculan Ponari-Ponari baru dengan segala sensasionalnya, tiba-tiba saja mereka muncul dan memiliki kemampuan sama seperti Ponari. Tidak jauh dari tempat praktek Ponari, muncul nama Dewi dan Slamet, kemudian muncul lagi di Pamekasan, Madura, dan terakhir muncul nama Pardi, bocah berusia 13 tahun dari Makasar yang punya batu mirip milik Ponari yang dapat digunakan menyembuhkan segama macam penyakit.
Entah mengapa, fenomena seperti ini terus bermunculan pasca kemunculan dukun cilik Ponari dari Jombang. Sebagian kalangan menganggap fenomena semacam ini sebuah hal yang lumrah dan akan hilang dengan sendirinya. Dan, agaknya pendapat seperti itu memang ada benarnya, sebab kenyataan yang terjadi saat ini, berita seputar kemunculan dukun cilik tersebut lambat laun mulai memudar dan tidak seheboh sebelumnya.
Dan mengenai batu ajaib yang dikabarkan bisa menyembuhkan segala macam penyakit itu, barangkali kita akan sepakat kalau fenomena itu berpulang kepada kita masing-masing, yang percaya silakan, dan yang tidak percaya juga silakan. Barangkali memang inilah jawaban yang dianggap pas untuk mensikapi munculnya pro –kontra seputar dukun cilik Ponari.
Namun diakui, fenomena Ponari telah membuat ribuan orang merasa penasaran dan bertanya-tanya, benarkah batu ajaib itu bisa mengobati berbagai macam penyakit..?, lagi-lagi hal itu kembali pada kita masing-masing. Namun dari infestigasi Lawu Pos, pro-kontra kembali mewarnai seputar batu ajaib milik Ponari itu, ada yang merasa yakin , namun ada pula yang sebaliknya.
Banyak Yang Cocok
Sekedar untuk memastikan, Lawu Pos-pun mencoba untuk mencari dan menemui beberapa pasien Ponari dari Madiun dan Magetan. Tidak begitu sulit untuk mendapatkan mantan pasien Ponari itu, sebab ketika berita seputar Ponari lagi Booming, tercatat ada ratusan pasien asal Madiun dan Magetan yang meluncur ke Jombang ikut antri untuk mendapatkan air dari Ponari. Dan, ternyata mereka punya cerita cukup berfariatif setelah meminum air pemberian dukun cilik itu.
Sukarti, 57, warga Sendangrejo, Madiun, misalnya, ia mengaku merasa nyaman dan sehat setelah dua kali meminum air pemberian Ponari. Padahal, kata perempuan itu, sebelumnya ia merasa badannya sakit-sakitan lantaran penyakit gula dan hipertensi yang sudah setahun dideritanya. “Memang ada perubahannya, setelah meminum air Ponari saya merasa nyaman dan sehat. Sebenarnya saya ingin berniat kembali ke sana, tapi sayangnya sudah ditutup,” katanya.
Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Sadimun, 50, yang mengaku berangkat ke Ke Jombang satu rombongan dengan Sukarti. Sebelumnya laki-laki yang bekerja sebagai buruh tani itu menderita sakit rematik, namun setelah meminum air dari Ponari ia merasakan sakit linu-linu pada pinggangnya berangsur menghilang. ,”Sebenarnya saya masih pingin kembali ke sana, selain cocok biayanya juga sangat murah,” jelas Sadimun yang juga menyayangkan ditutupnya tempat praktek Ponari.
Tidak cuma Sukarti dan Sadimun, sejumlah pasien Ponari dari Kelurahan Josenan, Taman, Madiun, juga banyak yang mengaku merasa cocok dengan air pemberian dukun ajaib itu. ,”Memang banyak yang berobat ke sana, dan katanya kebanyakan mereka mengaku cocok dan merasakan penyakitnya berangsur-angsur sembuh,” kata Hari, 24, warga Josenan yang mengaku ada puluhan tetangganya yang berobat ke Jombang.
Tidak saja dari Madiun, sejumlah pasien Ponari dari Magetan-pun banyak yang mengaku merasa cocok setelah meminum air dari Ponari. Toyib, 64, dan Karman, 53, misalnya, warga Kiringan, Takeran, Magetan, mereka merasa penyakit asam uratnya berangsur sembuh setelah meminum air pemberian Ponari. Pengakuan serupa juga dilontarkan Gemi, 46, warga Jomblang, Lembeyan, Magetan, perempuan itu-pun mengaku penyakit darah tinggi yang dideritanya berangsur sembuh setelah meminum air dari dukun cilik itu.
Kabar kesembuhan pasien Ponari juga terdengar dari Kecamatan Maospati, Magetan. Informasi yang didapat Lawu Pos, ada puluhan pasien Ponari dari Kecamatan itu yang mengaku merasakan nyaman dan cocok setelah meminum air Ponari. Kabar kemanjuran air Ponari masih banyak lagi dijumpai disejumlah tempat di Madiun dan Magetan. Namun, puluhan pasien yang merasa cocok dengan air Ponari itu merasa kecewa lantaran tempat praktek dukun cilik itu sudah ditutup.
Dari sejumlah pasien Ponari yang sempat ditemui Lawu Pos, umumnya mereka memiliki kesan berfariatif setelah mereka meminum air pemberian Ponari. Ada yang merasa cocok dan yakin sembuh, namun ada pula yang biasa-biasa saja dan mengaku merasa tidak ada perubahan apa-apa pada penyakitnya setelah meminum air yang sudah dicelupi batu meteor milik Ponari.
Dan bagi pasien yang merasa cocok setelah menenggak air pemberian Ponari, mereka mengaku dua hingga tiga kali pergi ke Jombang untuk antri mendapatkan air di tempat praktek Ponari. Namun bagi pasien yang tidak merasakan apa-apa pada penyakitnya, mereka enggan untuk kembali lagi mengingat antrian untuk mendapatkan iar itu cukup merepotkan bahkan sampai berhari-hari.
Dulu Milik Empu
Pengobatan ala Ponari dengan mencelupkan batu ajaib kedalam air yang dibawa sang pasien, memang banyak mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Ada yang mengatakan pengobatan dengan cara itu sangatlah lucu dan sangat tidak masuk akal, terlebih kemudian muncul usaha para pasien yang cenderung ngawur seperti mengambil air comberan dan air bekas mandi disekitar rumah Ponari. “Kalau ada yang merasa sembuh setelah meminum air itu, saya yakin itu hanya sugesti belaka,” Ujar salah seorang Pegawai Dinkes Madiun yang tidak ingin disebutkan jati dirinya.
Namun ada kalangan yang menyadari betul kalau fenomena Ponari dengan ribuan pasiennya itu merupakan hal yang sifatnya lumrah dan sangat dimaklumi. Mengingat biaya berobat saat ini yang begitu mahal, membuat seseorang memilih mencari tempat pengobatan alternatif yang murah dan manjur. Dan ketika tersiar kabar muncul dukun cilik bernama Ponari yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, warga-pun langsung tertarik dan ingin mencoba. ,”Jadi fenomena semacam ini lumrah, toh nanti akan hilang sendirinya,” ujar salah seorang warga Madiun yang memilikiki kemampuan pengobatan sepranatural.
Dan mengenai batu meteor yang berhasil dimiliki Ponari, salah seorang sesepuh dan juga tokoh agama cukup terkenal di Madiun, sempat bercerita sedikit seputar batu ajaib yang konon dapat menyembuhkan berbagai penyakit itu. Dikatakan, kalau batu yang saat ini ada dalam penguasaan Ponari itu memang batu meteor, itu memang ada benarnya.
Sebab, katanya bercerita, batu langit yang diyakini memiliki pamor tersebut sejak jaman kerajaan dulu memang sudah banyak yang memiliki terutama para empu (pembuat keris). Pada jaman kerajaan, sebagaian besar para empu sakti bercokol di pulau jawa, dan pusaka (keris) yang kala itu dianggap paling sakti yang pamornya dilapisi batu meteor.
Dikatakan juga, batu meteor yang terjatuh ke bumi sebenarnya ada dua macam, positif dan negatif. Kalau negatif, batu meteor tersebut justru mengandung racun yang sangat berbahaya, sementara yang positif mengandung unsur kimia yang dapat menyerap racun. Bisa jadi, batu meteor yang saat ini dalam tangan Ponari tersebut memang benar adanya dan termasuk yang positif. Dan secara teori, kalau batu tersebut dicelupkan dalam air dan diminum, air itu bisa menyerap atau menetralisir semua racun atau penyakit dalam tubuh.
Cuma bedanya, kalau batu meteor jaman kerajaan dulu jatuh pada tangan seorang empu yang sakti dan memiliki kemampuan linuwih, sementara batu meteor yang ada di Jombang tersebut berada dalam kekuasaan seorang anak kecil bernama Ponari yang notabone masih klas 2 SD. “ Karena masih bocah, dikawatirkan ada pihak lain yang memanfaatkan menjurus ke sirik,” ujar sesepuh tersebut yang mewanti-wanti agar jati dirinya disembunyikan. (bram/rafi/el’POS)
PERAN KERIS DALAM SEJARAH
Keris adalah salah satu senjata adat suku –suku bangsa di Nusantara , yang merupakan senjata penusuk jarak pendek dikenal dan dipakai oleh sebagian masyarakat di Asia Tenggara . Keris merupakan senjata penusuk yang dimuliakan , dihormati bahkan dianggap keramat. Tidak hanya suku bangsa di Indonesia , juga bangsa lain di sebagian Asia Tenggara juga mengenal dan memakainya. Misalnya saja bangsa Malaysia , Brunai , Sabah , Tailand , Kamboja , Laos, Suku Moro di Pilliphina Selatan juga mengenal atau memakai Keris . ( Karsten Sejr Jensen , 1998 , 5 -7 . )
Selain senjata penusuk , keris merupakan benda yang berfungsi sebagai senjata yang dianggap mempunai daya magis , benda Pusaka , sebagai benda kehormatan, sebagai benda sejarah , sebagai benda komoditi perdagangan , sebagai symbol , sebagai tanda kehormatan , sebagai benda pelengkap upacara , dan sebagai benda pelengkap busana . ( Garret 7 Bronwen Solyom , 1987 . 12. ).
Bagaimana kedudukan keris keris dalam sejarah bangsa , tidak dapat dipungkiri lagi , dalam ceritera , babad maupun sejarah modern , keris banyak berfungsi sebagai obyek sejarah , bahkan keris kadang- kadangdapat menjadi benda penentu sejarah . ( Surono , 1979, 2 . )
Keris selalu muncul dalam legenda , ceritera tutur atau oral tradisi , babad atau sejarah tradisi , sampai pada sejarah modern . Ternyata bila dicari dalam ceritera tutur atau penulisan sejarah , keterangan mengenai keris banyak yang dapat diketahui .seperti misalnya dalam ceritera legenda Ajisaka , Pararaton , Babad Tanah Jawi sampai penulisan sejarah modern De Graaf, perang Diponegoro . Bahkan keris masih juga hadir dalam masyarakat modern masa kemerdekaan contohnya panglima besar besar Soedirman dan Bung Karno ., sampai kepada pak Harto.
Ceritera Jawa yang paling tua, yaitu Serat Ajisaka , walaupun ini masih merupakan ceritera tutur yang bersifat legenda menghadirkan keterangan tentang keris . Pada masa Sang Aji Saka telah menjadi raja menguasai tanah Jawa , maka berkenan mengambil pusaka keris yang ditinggalkan di Gunung Kendil., Keris itu dibawa dan dikuasakan kepada abdinya yang bernama Sambada . Sang Ajisaka mengutus abdinya yang bernama Dora untuk mengambil pusaka keris itu. Setelah sampai di Gunung Kendhil , Sambada tidak mau memberikan keris pusaka itu , karena dia mendapat pesan dari Sang Ajisaka , bahwa keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapapun kecuali sang Aji saka . Maka terjadi percekcokan meningkat menjadi perkelahian , dua abdi tersebut mati bersama. Sang Aji saka telah menunggu lama tetapi utusannya tak kunjung datang, kemudian menyusul ke Gunung Kendhil . Ajisaka kemudian merasa berdosa karena mati bersama
( sampyuh ) maka sebagai peringatan akan dosana diciptakan aksara yang kelak kemudian menjadi huruf Jawa , ha, na, ca , ra , ka . da ,ta, sa, wa, la . Pa, da, ja, ya , nya . ma, ga, ba, tha, nga .
Artinya : ada utusan , sama –sama berkelahi , sama – sama saktinya , sama- sama menjadi bangkai . ( Serat Ajisaka , N.D. halaman 9 –34 ) .
Walaupun serat Ajisaka ini merupakan legenda atau ceritera tutur , tetapi cerita ini sampai masa sekarang masih menjadi dasar pandangan masyarakat Jawa atau Bali , ini merupakan mantifac atau facta mental yang masih hidup dalam kehidupan masyarakat sampai masa sekarang .
Ceritera dari Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Ciung Wanara setelah dewasa diserahkan oleh Ki Buyut untuk mengabdi pada pandai besi istana , setelah tahu cara kerja pandai besi kemudian membuat banyak senjata keris, pedang , kudi , kujang . Kemudian Ciung Wanara membuat tempat tidur kantil yang dibuat dengan terali besi , yang dinamakan Balai Sawo . Setelah itu Ciung Wanara mengabdi pada raja Pajajaran Arya Bangah . Karena banyak berjasa Ciung wanara dianugerahi nama Banyak Wide . Kelak dengan tempat tidur berterali besi ini dapat membalas dendamnya kepada raja Pajajaran Arya Bangah . yang kemudian dihanyutkan kesungai Karawang . Ciung Wanara menjadi raja besar di Pajajaran , begelar Harya Banyak Wide . Kemudian berperang dengan adik Arya Bangah yang bernama Jaka Sesuruh . Jaka Sesuruh yang kalah melarikan diri dari Pajajaran menuju ke Jawa Timur . ( Babad Tanah Jawi , Sudibyo ZH , 1980 , 17 –24. ).
Dalam serat -serat Panji yang terdiri atas beberapa versi , Panji Inu Kertapati Pangeran dari Kerajaan Jenggala yang kemudian menjadi raja dan dapat menjatukan kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri, setelah menjadi raja bergelar Kameswara , adalah seorang yang pandai mengolah curiga , atau bermain silat dengan keris. Walaupun ceritera ini sekedar hanya sastra sejarah , atau ceritera tutur , ceritera Panji pangeran dari Panjalu ini masa lampau menjadi suri tauladan dan menjiwai kehidupan masyarakat Jawa yang agraris feodal . Ceritera Panji ini bahkan tersiar sampai Vietnam dan Kamboja . ( Poerbotjaroko , 1969 , 4 . ) .
Dalam masa kerajaan di Jawa Timur dari masa Kediri sampai Singhasari sejarah keris tampak kelam , tetapi diketahui bahwa akibat adanya kepercayaan baru yaitu Tantrayana , keris pada masa itu berkembang mencapai bentuknya . Keris yang tadinya berbentuk gemuk pendek berbadan lebar cenderung seperti keris Budha atau Katga pada masa ini berubah ramping walaupun uga masihtampak dempakdan sangkuk . Contohnya keris- keris Jenggala dan Singhasari , dalam relief di Candi Panataran , keris sudah lebih ramping bentuknya , ( Wawancara dengan Suprapto Suryodarmo 1986 . ).
Baru dalam kitab Pararaton didapatkan keterangan yang luar biasa tentang keris . Kemelut Tumapel dengan tokoh Ken Angrok seorang rakyat jelata anak Ken Endog yang dipercaya titisan Dewa Brahma , membuat sejarah besar . Kitab Pararaton memberi keterangan yang banyak tentang keris. Karena Ken Angrok jatuh cinta dengan Ken Dedes , wanita yang secara paksa menjadi istri Akuwu Tunggul Ametung . Untuk membunuh tunggul Ametung Ken Angrok memesan keris sakti kepada Empu Gandring, Keris Empu Gandring kemudian mulai memakan korban , pertama adalah Empu Gandring , kemudian Tunggul Ametung , Keboijo , Ken Anggrok sendiri , Panji Anusapati , Panji Tohjaya, dan Ranggawuni , Jadi keris Empu Gandring, telah memakan tujuh korban diantaranya Ken Angrok sendiri dan keturunanya . Tetapi Ken Angrok sendiri telah berhasil merebut Kerajaan Singhasari , yang kelak kemudian keturunanya akan meneruskan menjadi raja- raja sesudahnya . Oleh sebab kitab yang memuat ceritera itu disebut kitab Pararaton . Dalam peristiwa ini keris yang merupakan senjata penusuk berperan serta dalam penentuan sejarah . Serat pararaton yang menghebohkan ini ditemukan ditulis pada keropak atau Ron Tal dalam bahasa kawi . Ceritera ini menjadi penelitian sarjana Belanda yang bernama Brandes , dan pernah diterjemahkan dalam bahasa Belanda ( Mangkudimedjo , 1979 ,25. ).
Peristiwa – peristiwa besar yang melibatkan peran keris dalam masa kerajaan Majapahit apabila dikaji dari sejarah formal maupun ceritera tutur akan banyak ditemukan . Raja Jayanegara terbunuh oleh keris Ra Tancha yang masih termasuk keluarga raja atau Darmaputra . Ra Tancha kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Gajah mada . Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan Hayam wuruk mewarisi takhta, dan kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.
Begitu juga dalam ceritera tutur atau babad , banyak peran keris dalam sejarah yang hadir . Ceritera Bondan Kejawan atau pangeran Lembu Peteng . diperintahkan oleh prabu Brawijaya untuk belajar dan mengabdi pada ki Gede Tarub. Sang Prabu memberikan dua keris pusaka . Setelah berkelahi dengan perampok salah satu kerisna patah tetapi mengalami kemenangan . Bondan kejawan ini kemudian dikawinkan dengan putri ki Gede satu-satunya yang benama Nawangsih . Selanjutnya Bondan Kejawan menurunkan sederetan nama besar dalam sejarah masa kerajaan Demak . Cerita ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Jawi , babad Pajang , dan Babad Para Wali
Dalam Babad Tanah Jawi Terdapat sebuah bagian khusus yang memuat banyak keterangan tentang keris yaitu riwayat hidup dari empu – empu pande keris. Dalam babad diceriterakan riwayat empu Supa Gati , Supa Jigja , Supa Driya Supa Pangeran Sendang, empu Pitrang, Empu ki Sura, dan ki Supa Anom .
Dalam babad Tanah Jawi itu diceriterakan tentang raja Majapahit , yang memesan keris pada para empu , begitu juga para Wali yang membuat keris dapur-dapur yang baru . Muncul nama nama keris Pusaka seperti Condong Campur , Sabuk inten , Nagasasra , Sengkelat , Carubuk , Kala munjeng , pedang kyai lawang , kendali rangah macan guguh .dan lain sebagainya yang kelak menjadi pusaka raja – raja Jawa selanjutnya. Pusaka tersebut sedikit banyak ikut berperan dalam sejarah . ( Panji Prawirajuda ; 1984 , 225 –271 ).
Pada masa kerajaan Islam di Demak begitu banyak keterangan tentang keris . dan keris merupakan benda sebagai penentu sejarah., banyak ceritera tutur , serat ,babad , bahkan sejarah modern tulisan H.J de Graaf menulis tentang peristiwa pembunuhan , perebutan takhta , dan balas dendam di masa kerajaan Demak. Pembunuhan dengan keris pada masa ini ternyata merajalela . Raja Demak pertama adalah Raden Patah atau Sultan Jim Bun sebenarnya putra Bra Wijaya raja Majapahit , yang dipelihara oleh Harya Damar , adipati Palembang . Setelah Sultan Fatah meninggal digantikan oleh Puteranya yang tertua yaitu Pangeran Sabrang Lor , tetapi pangeran ini meninggal pada masa mudanya, belum menikah dan belum mempunyai putera . Seharusnya yang menggantikan adalah putra yang kedua yaitu Sekar Seda Lepen . Tetapi Sekar Seda Lepen dibunuh ditusuk dengan keris dari belakang , sewaktu pulang dari sholat Jumat di masjid Demak. Sepulang dari sholat Jumat, Seda Lepen dikutit dari belakang dan kemudian ditusuk pingangnya dengan keris . Seda lepen meninggal di tepian sungai , oleh sebab disebut Sekar Seda Lepen . Pembunuhan itu dilakukan oleh seorang prajurit pejineman atau prajurit sandi bernama Surawiyata , orang suruhan atau abdi dari Raden Mukmin , yaitu nama muda Sunan Prawata .
Putera laki laki Sekar Seda Lepen bernama Haryo Penangsang , yang masih kecil diangkat menjadi murid terkasih Sunan Kudus . Haryo Penangsang kelak kemudian setelah menjadi Adipati di Jipang akan membalas dendam . Kerajaan Demak jatuh ke tangan putra ketiga bernama Sultan Trenggana . Tetapi Sultan Trenggana gugur waktu berperang melawan Kerajaan Brang Wetan atau Blambangan di Beteng Panarukan . Yang menggantikan menjadi raja kemudian adalah putra Trenggana yaitu Sunan Prawata . Tetapi masa pemerintahanya dipenuhi oleh kemelut persaingan kekuatan dan perebutan takhta . Harya Penangsang , putra Seda Lepen mulai membalas dendam. Pertama kali yang menjadi korban adalah Sunan Prawata sendiri , sewaktu Sunan Prawata sedang sakit tiduran duduk di pangku atau di ” sundang “ oleh Permaisurinya, datanglah dua orang prajurit Sureng yang berhasil menyelinap ke tempat tidurnya . Prajurit sureng suruhan Arya Penangsang ini segera menusuk Sunan Prawata , tusukan begitu kuat sehingga menembus dada sampai kepunggung , permaisuri yang memangkunya ikut tertusuk dan langsung mati. Sunan Prawata yang sakti walaupun terluka belum juga mati . Sunan Prawata meraih kerisnya Kyahi Bethok , dilemparkan kearah prajurit Sureng . Sureng itu hanya tersentuh keris sedikit pada kakinya luka tergores , prajurit Sureng itu kemudian segera mati . Sunan Prawata. Kemudian mati menebus dosanya karena telah membunuh Sekar Seda lepen .
Haryo Penangsang belum puas membalas dendam, maka terjadilah pembunuhan selanjutnya terhadap Sunan Hadiri . Sewaktu Sunan Hadiri dengan isterinya Ratu Kalinyamat melaporkan peristiwa itu dan minta pengadilan pada Sunan Kudus, kepulanganya ke Kalinyamat dihadang oleh prajurit Sureng utusan Harya Penangsang . Sunan Hadiri terbunuh di jalan ditikam dengan keris namun untungnya Ratu Kalinyamat berhasil selamat . Balas dendam Harya Penangsang juga belum berhenti ingin menumpas habis keturunan Trenggana sampai menantu – menantunya .
Sasaran ketiga adalah Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ) Adipati Pajang , yang merupakan menantu Sultan Trenggana paling muda. Hadiwijaya pada masa itu telah menjadi Adipati di Pajang . Harya Penangsang kembali mengutus dua orang prajurit Sureng untuk membunuh Hadiwijaya . Para Sureng berhasil masuk ke tempat tidur menemukan Hadiwijaya yang baru tidur. Kemudian Sureng itu menusuk dengan keris. Hadiwijaya memang sakti, tidak mempan ditusuk dengan keris , bahkan kedua Sureng terjengkang pingsan karena kibasan kain dodot selimut sakti Hadiwijaya . Para Sureng kemudian diampuni disuruh kembali ke Jipang , bahkan diberi uang yang banyak . Para Sureng kemudian melapor kepada Harya Penangsang , Harya Penangsang marah besar , dan membunuh dua Sureng dengan kerisnya Kyai Brongot Setan Kober . Kedua Sureng telah mempermalukan Penangsang dan gagal dalam melakukan tugas .
Harya Penangsang kemudian gugur ditangan kerabat Sela. Ki gede Pemanahan , Ki gede Penjawi , dan putra Pemanahan , Danang Sutawijaya , yang berperang dengan segala taktik dan tipu daya. Akhirnya Adipati Jipang Haryo penagsang gugur . Maka tinggallah hanya satu orang terkuat pewaris kerajaan Demak. Jaka Tingkir atau Adipati Hadiwijaya kemudian menjadi Sultan di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya . ( De Graaf . H J , 1985 , 23-30.).
Pada jaman kerajaan Mataram Islam yang ber ibukota di Kotagede kemudian berpindah ke Plered , sejak pemerintahan Panembahan Senapati sampai Amangkurat Agung, diketahui keterangan yang banyak tentang keris .
Beberapa peristiwa penting terjadi masa Panembahan Senapati mulai berkuasa di Mataram . Pada awal pemerintahan Senapati mulai membangun istana Kotagede, telah membelokkan rombongan Mantri Pemajegan dari daerah Bagelen yang akan menyampaikan hasil pajak daerah Bagelen dan Banyumas ke Pajang . Di Istana Mataram mereka diundang mampir dan dijamu makan- makan besar dan melihat tari –tarian. Ada seorang mantri Pemajegan yang bernama Ki Bocor , yang membenci Senapati dan ingin mencoba kesaktiannya . Pada malam hari waktu Panembahan Senapati baru duduk di atas tikar di pendapa, bersantai menghadapi meja pendek , datanglah ki Bocor dari belakang . Dengan cepat Ki Bocor menusuk punggung Panembahan Senapati dengan keris pusaka yang bernama Kyai Kebo Dengen . Tetapi setelah ditusuk berkali – kali Panembahan Senapati sama sekali tidak terluka . Ki Bocor kehabisan tenaga dan jatuh duduk berlutut minta ampun . Panembahan Senapati membalik kebelakang dan memaafkan perilaku ki Bocor . Ki Bocor segera pergi , meninggalkan kerisnya ang masih tertancap di tanah . Sejak saat itu para mantri dan pejabat dari Bagelen dan Banyumas sangat kagum dan menghormati Senapati.. Peristiwa ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Djawi, Babad Pajajaran , Babad Baron Sekender, Dari babad Pajajaran diketahui bahwa Mantri Pamajegan Ki Bocor adalah Bebahu desa Bocor di Banyumas, keturunan Pangeran Tole yang membenci Mataram karena mulai berkembang menjadi kota yang ramai .( De Graaf , HJ. 1987 , 73. ).
Peristiwa yang besar sesudah itu menyusul lagi . Pangeran Alit, atau Pangeran Mas saudara ipar sultan Hadiwijaya yang menjabat Adipati Madiun, yang bernama Panembahan Madiun, memberontak terhadap kekuasaan Mataram.. Setelah Panembahan Senapati memimpin perang ke Madiun, Adipati Madiun merasa takut karena perajuritnya selalu kalah . Adipati Madiun mundur dan melarikan diri . Kadipaten dipertahankan oleh para prajurit yang dipimpin oleh Retna Jumilah , putri Adipati Madiun yang gagah berani . Panembahan Senapati berhasil menyeberangi bengawan Madiun, langsung memasuki Kadipaten . Kedatangan Senapati di hadapi oleh Retna Jumilah , yang telah siaga dengan para prajuritnya. Retna jumilah membawa keris sakti pusaka Madiun yang bernama kyahi Gumarang ( keris dapur Kala Gumarang adalah keris berdapur sepang dengan sogokan dan grenengan pada kedua kepet ganjana ).. Senapati menghentikan para prajurit pengawalnya di bawah pohon beringin, dan sendirian memasuki Pendapa Kadipaten. Kedatangan senapati dihadapi oleh Retna jumilah sendiri . Retna Jumilah menusuk – nusuk Senapati dengan keris Kyahi Gumarang tetapi Senapati tidak terluka sedikitpun . Kemudian Retna Jumilah kehabisan tenaga , berlutut minta ampun . Senapati mengampuni Retna Jumilah , akhirnya Retna Jumilah putri Madiun kemudian diambil sebagai isteri Senapati . Senapati kagum pada kecantikan dan keberaniannya . Sejarah ini banyak ditulis dalam babad , terutama Babad Tanah Jawi , Babad Matawis , dan buku sejarah tulisan De Graaf . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1590 . ( De Graaf , HJ 1987. ).
Setelah Panembahan Senapati wafat , kemudian berkuasa Susuhunan Seda Krapyak atau Raden mas Jolang bergelar Susuhunan Hadi Hanyakrawati. Digantikan oleh raden Mas Rangsang , yang kemudian menjadi raja besar di Jawa bergelar Sultan Agung Hanyakra Kusuma . Pada masa awal pemerintahanya Sultan Agung mempersiapkan ekspansi ke Jawa Timur , atau daerah Brang Wetan , Sultan Agung mempersiapkan diri melengkapi peralatan perang . Sultan agung mengumpulkan empu – empu dan pande besi yang ada didaerah kekuasaan Mataram . Para empu diharuskan membuat senjara perang , tombak pedang , keris , bahkan sampai meriam Jawa . Ratusan empu dan pandai besi bekerja keras dibawah koordinasi tujuh orang empu ternama (tindih empu pitu) . Peristiwa ini disebut sebagai peristiwa Pakelun . Pada masa itu banyak dibuat keris , keris – keris itu dinamakan tangguh Mataram Pakelun ,. sampai masa sekarang keris-keris itu masih banyak dijumpai . Sedangkan meriam ang dibuat masa itu masih dapat dijumpai di keraton Kasunanan Surakarta . ( Riya Yasadipura , wawancara 1984 .).
Setelah Berhasil menaklukkan Blambangan sampai Madura , Maka terjadi pemberontakan kadipaten Pati , Adipati Pragola II, atau Adipati Pragolapati penguasa daerah Pati memberotak . Dalam ceritera tutur Jawa, dikatakan orang orang Pati kebal senjata. Kekebalan itu hanya dapat ditawarkan kalau senjata orang- orang Mataram diberi susuk emas . Setelah rahasia itu diketahui , maka keris Mataram diberi tatahan emas untuk menawarkan kekebalan orang dari Pati. Maka kadipaten Pati segera jatuh dan dikuasai Mataram . Setelah jatuhna blambangan dan Pati , Sultan Agung berkenan memberi pada para prajurit dan perwira yang berjasa dengan keris bertatah emas. Maka pada masa itu keris keris penghargaan banyak diberikan kepada para abdi dalem yang berjasa. Keris tanda penghargaan tersebut adalah keris bertatah emas Gajah Singa , Keris Gana Gajah Singa sebenarnya adalah cronogram ( sengkalan) tahun jatuhnya Pati . Tatahan emasnya disesuaikan dengan besarnya jabatan atau jasa dari para pahlawan yang ikut berperang menaklukkan Blambangan dan Pati. Tahun Keruntuhan Pati menurut catatan Belanda adalah tahun 1627.
Setelah Sultan Agung Surut , maka raja yang menggantikan adalah Susuhunan Amangkurat I atau Amangkurat Agung . Masa pemerintahan Amang -kurat ini diliputi suasana yang mencekam, penuh kekerasan dan pembunuhan. Begitu banak peristiwa sejarah yang melibatkan keris sebagai alat pembunuh .
Pertama kali adalah peristiwa Pangeran Alit, Pangeran Alit sebenarnya adalah adik Sunan sendiri, yang dicurigai akan memberontak karena banyak merekrut dan dicintai para lurah yang menjadi bawahannya. Lurah –dan pengikut Pangeran Alit dibunuh satu persatu dengan jalan pembunuhan politis yang rahasia . Karena marah, Pangeran Alit memprotes dengan datang di Alun- alun Plered membawa para lurah yang hanya sedikit jumlahnya. Terjadi perkelahian di alun- alun , para lurah bayak yang terbunuh ,. Pangeran Alit kemudian mengamuk di alun -lun dengan kerisnya yang sakti . Beberapa orang telah menjadi korban keris Pangeran Alit. Demang Malaya atau juga disebut Cakraningrat I dari Madura membujuk agar Pangeran Alit menghentikan pertumpahan darah , berlutut dihadapan Pangeran Alit dan memohon dengan menangis . Karena marah yang tak tekendalikan , Demang Malaya ditusuk keris lehernya oleh Pangeran Alit , Demang Malaya meninggal seketika . Pengikut Demang Malaya kemudian mengeroyok pangeran alit , sampai pangeran Alit gugur . Orang-oang Madura yang mengeroyok Pangeran Alit juga dibunuh dengan keris oleh Prajurit Amangkurat . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1647 Masehi, Menurut catatan Belanda ( De Graaf , 1987 , 34-36.).
Peristiwa kedua adalah pembunuhan kaum ulama . Amangkurat Agung selalu curiga dan khawatir terhadap para ulama , yang masa itu jumlah dan pengaruhnya semakin besar di kerajaan Mataram . Maka Amangkurat Agung menugaskan empat orang terkemuka membentuk kesatuan prajurit rahasia khusus, yang menyelidiki kaum ulama terkemuka di wilayah Mataram . Setiap jumat para perajurit rahasia ini mengutit para ulama ang sedang sholat Jumat . Setelah sholat Jumat, dibunyikan meriam Sapujagad sebagai tanda rahasia . Maka pada saat per tanda itu ratusan bahkan ribuan santri dan ulama dihabisi dengan keris .
Meriam besar sebagai tanda itu sebenarnya bernama Kyahi Pancawara dibuat masa Sultan Agung , yang kemudian diganti nama dengan Kyahi Sapu Jagad . Meriam besar itu masih dapat dilihat sampai sekarang terdapat dimuka Pagelaran Alun -alun utara Kraton Surakarta , Peristiwa ini tidak tertulis pada ceritera tutur dan babad Jawa , tetapi terdapat pada sejarah Banten , Cirebon dan Belanda , Peristiwa ini terjadi kira – kira seputar tahun 1648 . ( De Graaf , 1987 , 35-37. )
Peristiwa ketiga adalah pembunuhan Kai Dalem. Kyai Wayah di Pajang adalah seorang dhalang Wayang Gedhog yang mempunyai anak yang amat cantik tapi sudah bersuami , Suami anak Ki Wayah benama Kyahi Dalem . Sunan menginginkan wanita tersebut menjadi isterinya . Sekonyong konyong Ki Dalem meninggal terbunuh oleh keris , dan tidak ketahuan pembunuhnya . Wanita istri ki Dalem kemudian diboyong ke kraton dan dinikahi Sunan Amangkurat walaupun telah hamil dua bulan. Wanita cantik ini kemudian terkenal sebagai Ratu Mas Malang yang kemudian meninggal dicurigai telah diracun. Sunan setelah kematian Ratu Malang menjadi tertekan jiwanya seperti orang tidak waras. Bersama kematian Ratu Malang telah dihukum mati 43 orang wanita dayang, pelayan , emban dari keputren , sebagai hukuman karena keteledoran mereka . melayani Ratu Malang ( De Graaf ; 1987, 18-24.).
Peristiwa besar terjadi lagi, gudang mesiu Mataram meledak meninmbulkan malapetaka dan kematian yang banyak . Yang dituduh bertanggung jawab atas meledaknya gudang peluru tersebut adalah Raden Wiramenggala atau Riya menggala dan Raden Tanureksa . Bersama kerabat mereka sejumlah 27 orang mereka dihukum mati dengan ditusuk keris .Lebih menyedihkan lagi Raden Wiramenggala yang diperintah membunuh adalah kakanya sendiri , yaitu Pangeran Purbaya. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 1670 ( De Graaf , 1987 27-28 ). Beberapa babad telah menuliskan peristiwa itu , yaitu Babad Tanah Jawi, Babad Momana, dan catatan Belanda (raporten).
Peristiwa lain adalah pembunuhan Pangeran Selarong , Pangeran Selarong adalah putra Sunan Seda Krapyak dengan Putri Lungayu dari Ponorogo . Karena Pangeran Selarong dituduh menggunakan racun Anglung Upas , maka Pangeran Selarong dihukum mati dengan ditusuk keris , peristiwa ini terjadi didesa Bareng, Kuwel ( dekat Delanggu ) pada tahun 1669 . Peristiwa itu ditulis dalam Sedjarah Dalem , Babad momana , Babad Tanah Jawi dan catatan atau laporan Van Goens kepada Gubernur Jendral di Batavia .
Peristiwa kekejaman dengan keris muncul lagi , raja mempunyai simpanan gadis kecil yang sangat cantik namanya Rara Oyi. Karena belum haid , maka gadis cantik itu dititipkan kepada Pangeran Pekik , Adipati Surabaya. Sampai nanti dewasa akan dijadikan isteri. Pangeran Pekik kemudian menyuruh Ngabehi Wirareja dan keluarganya untuk mengasuh anak gadis itu . Setelah menanjak dewasa Rara Oyi yang sangat cantik kebetulan berjumpa dengan Pangeran Dipati Anom , putera raja. Pangeran Adipati Anom segera jatuh cinta pada Rara Oyi. Rara Oyi kemudian dilarikan Pangera Dipati Anom . Amangkurat Agung sangat murka , memerintahkan membunuh Pangeran Pekik dengan seluruh keluarganya, sejumlah 40 orang, Mereka dihukum mati dengan ditusuk keris. Wirareja juga dihukum mati beserta keluargana jumlah korban dalam peristiwa ini adalah 60 Orang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1670 .
Betapun pada masa pemerintahan Amangkurat I telah sering terjadi pembunuhan pembunuhan dengan keris. Ketidak puasan, ketakutan, dan keresahan menyelimuti Mataram , dan akhirnya terjadi Pemberontakan Trunajaya yang bersekutu dengan mertuanya Pangeran Kajoran , Sehingga kerajaan Mataram menjadi runtuh dan Amangkurat melarikan diri , wafat di Tegalwangi.
Setelah Wafatnya Amangkurat Agung di Tegalwangi , maka Pangeran Adipati Anom menjadi raja . Amangkurat II atau Amangkurat Amral ( Admiral ) memindah kan ibukota mataram ke Wana Karta , kemudian diganti nama Kartasura. Amangkurat Amral berhasil mengalahkan Pemberontak Trunajaya dengan bantuan Kompeni dan para adipati. Trunajaya ditangkap di Gunung Antang Kediri . Trunajaya ditawan dibawa ke Surabaya , di Alun – alun Amangkurat Admiral menghukum Trunajaya dengan keris Kyahi Blabar , Maka berakhirlah pemberontakan Trunajaya ( Sudibjo ZH . 1980, 250- 252 )
Masih begitu banyak peran keris dalam sejarah , misalnya Untung Surapati yang selalu membawa keris kecil yang disembunyikan dalam cadik untaian daun sirih , apabila berjumpa dengan Belanda cadik itu disabetkan pada orang Belanda , Karena kesaktian keris orang Belanda itu mati .
Begitu Juga Paku Buwana II telah memberikan keris Kyahi Kopek kepada pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Yogyakarta . ini tertulis dengan jelas pada sejarah sesudah perjanjian Gianti . Keris Kyahi Kopek menjadi lambang pengakuan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta oleh Paku Buwana II.
Pangeran Diponegoro , yang mengorbankan perang Jawa ( Java oorlog 1825-1830 ) , selalu memakai dan membawa keris pusaka dipinggangnya . Dalam gambar kuno akan selalu tampak Diponegoro memakai keris warangka gayaman gaya Yogyakarta. ( Muhammad Yamin; 1956, 27.)
Bagaimanapun juga keris keris tunggul , dan pusaka kraton Jawa tetunya mempunai karisma sendiri-sendiri , kedudukanya , dan sejarahnya masing-masing.
Sejarawan keris masih harus banyak menggali latar belakang dan sejarah tentang keris – keris pusaka seperti , Kyai Joko Piturun , Kyai Mahesa Nempuh , Kyahi Mega Mendhung , Kyahi Banjir, Kyai Babar Layar, Kanjeng Ki ageng , Kyahi Kebo Nengah, Kyai Karawelang , dan masih banyak lagi keris pusaka yang harus dikaji sejarahnya lebih lanjut.
Keris juga masih saja berperan , dan muncul dalam sejarah modern . Pada masa revolusi fisik , Panglima Besar Soedirman memimpin perang gerilya melawan pendudukan Belanda. Jendral Soedirman tidak memakai seragam militer modern dengan pistol atau senapan . Jendral Soerdirman justru memakai udheng ikat kepala , dan memakai jubah di pinggangnya terselip keris . Jendral Soedirman lebih suka memakai pakaian rakyat seperti pendeta atau kyai pedesaan , karena akan terasa lebih akrab berintegrasi dengan rakyat pedesaan. ( Roto Suwarno, 1985, 80, 103, 146 ).
Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia . pada masa kejayaanya selalu membawa keris . Keris yang dibawa Bung Karno sebenarnya bukan keris melainkan pedang suduk ang memakai ganja , atau keris dapur Cengkrong yang diberi warangka perak yang ditatah . Menurut ceritera pedang tangguh Belambangan itu pusaka dari ayah Bung Karno . Raden Mas Sosro pemberian Sunan Paku Buwana ke X . Menurut kepercayaan pada masa itu , Bung Karno menjadi sangat berani , berwibawa dan ditakuti , karena pusaka kerisnya . Keris atau pedang suduk ini sering terlihat pada foto – foto Bung Karno.
Pak Harto , semasa menjadi Presiden Republik Indonesia , dalam hubungan diplomasi denbgan negara sahabat ,sering memberikan tanda mata untuk kepala negara atau wakil negara sahabat cideramata berupa keris . Keris yang diberikan adalah keris Bali dan ada juga keris Jawa . Peristiwa ini berlangsung berkali kali , dan pada masa itu sering ditayangkan oleh media masa .
Begitu banyaknya peran keris dalam sejarah bangsa ini , Tulisan ini dibuat sebenarnya hanya menghadirkan serba sedikit peran keris dalam sejarah . daqri bagian besar sejaah bangsa Indonesia Untuk mengkajinya diperlukan waktu yang panjang , tenaga dan beaya yang besar . Tentunya para ahli dan pecinta keris sangat memaklumi masalah itu. Terlebih lagi masa kini , keris sudah dianggap menjadi milik dunia .
http://kerisologi.multiply.com/journal/item/8
http://zeckozo.blogspot.com/2010/04/peran-keris-dalam-sejarah.html
Selain senjata penusuk , keris merupakan benda yang berfungsi sebagai senjata yang dianggap mempunai daya magis , benda Pusaka , sebagai benda kehormatan, sebagai benda sejarah , sebagai benda komoditi perdagangan , sebagai symbol , sebagai tanda kehormatan , sebagai benda pelengkap upacara , dan sebagai benda pelengkap busana . ( Garret 7 Bronwen Solyom , 1987 . 12. ).
Bagaimana kedudukan keris keris dalam sejarah bangsa , tidak dapat dipungkiri lagi , dalam ceritera , babad maupun sejarah modern , keris banyak berfungsi sebagai obyek sejarah , bahkan keris kadang- kadangdapat menjadi benda penentu sejarah . ( Surono , 1979, 2 . )
Keris selalu muncul dalam legenda , ceritera tutur atau oral tradisi , babad atau sejarah tradisi , sampai pada sejarah modern . Ternyata bila dicari dalam ceritera tutur atau penulisan sejarah , keterangan mengenai keris banyak yang dapat diketahui .seperti misalnya dalam ceritera legenda Ajisaka , Pararaton , Babad Tanah Jawi sampai penulisan sejarah modern De Graaf, perang Diponegoro . Bahkan keris masih juga hadir dalam masyarakat modern masa kemerdekaan contohnya panglima besar besar Soedirman dan Bung Karno ., sampai kepada pak Harto.
Ceritera Jawa yang paling tua, yaitu Serat Ajisaka , walaupun ini masih merupakan ceritera tutur yang bersifat legenda menghadirkan keterangan tentang keris . Pada masa Sang Aji Saka telah menjadi raja menguasai tanah Jawa , maka berkenan mengambil pusaka keris yang ditinggalkan di Gunung Kendil., Keris itu dibawa dan dikuasakan kepada abdinya yang bernama Sambada . Sang Ajisaka mengutus abdinya yang bernama Dora untuk mengambil pusaka keris itu. Setelah sampai di Gunung Kendhil , Sambada tidak mau memberikan keris pusaka itu , karena dia mendapat pesan dari Sang Ajisaka , bahwa keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapapun kecuali sang Aji saka . Maka terjadi percekcokan meningkat menjadi perkelahian , dua abdi tersebut mati bersama. Sang Aji saka telah menunggu lama tetapi utusannya tak kunjung datang, kemudian menyusul ke Gunung Kendhil . Ajisaka kemudian merasa berdosa karena mati bersama
( sampyuh ) maka sebagai peringatan akan dosana diciptakan aksara yang kelak kemudian menjadi huruf Jawa , ha, na, ca , ra , ka . da ,ta, sa, wa, la . Pa, da, ja, ya , nya . ma, ga, ba, tha, nga .
Artinya : ada utusan , sama –sama berkelahi , sama – sama saktinya , sama- sama menjadi bangkai . ( Serat Ajisaka , N.D. halaman 9 –34 ) .
Walaupun serat Ajisaka ini merupakan legenda atau ceritera tutur , tetapi cerita ini sampai masa sekarang masih menjadi dasar pandangan masyarakat Jawa atau Bali , ini merupakan mantifac atau facta mental yang masih hidup dalam kehidupan masyarakat sampai masa sekarang .
Ceritera dari Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Ciung Wanara setelah dewasa diserahkan oleh Ki Buyut untuk mengabdi pada pandai besi istana , setelah tahu cara kerja pandai besi kemudian membuat banyak senjata keris, pedang , kudi , kujang . Kemudian Ciung Wanara membuat tempat tidur kantil yang dibuat dengan terali besi , yang dinamakan Balai Sawo . Setelah itu Ciung Wanara mengabdi pada raja Pajajaran Arya Bangah . Karena banyak berjasa Ciung wanara dianugerahi nama Banyak Wide . Kelak dengan tempat tidur berterali besi ini dapat membalas dendamnya kepada raja Pajajaran Arya Bangah . yang kemudian dihanyutkan kesungai Karawang . Ciung Wanara menjadi raja besar di Pajajaran , begelar Harya Banyak Wide . Kemudian berperang dengan adik Arya Bangah yang bernama Jaka Sesuruh . Jaka Sesuruh yang kalah melarikan diri dari Pajajaran menuju ke Jawa Timur . ( Babad Tanah Jawi , Sudibyo ZH , 1980 , 17 –24. ).
Dalam serat -serat Panji yang terdiri atas beberapa versi , Panji Inu Kertapati Pangeran dari Kerajaan Jenggala yang kemudian menjadi raja dan dapat menjatukan kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri, setelah menjadi raja bergelar Kameswara , adalah seorang yang pandai mengolah curiga , atau bermain silat dengan keris. Walaupun ceritera ini sekedar hanya sastra sejarah , atau ceritera tutur , ceritera Panji pangeran dari Panjalu ini masa lampau menjadi suri tauladan dan menjiwai kehidupan masyarakat Jawa yang agraris feodal . Ceritera Panji ini bahkan tersiar sampai Vietnam dan Kamboja . ( Poerbotjaroko , 1969 , 4 . ) .
Dalam masa kerajaan di Jawa Timur dari masa Kediri sampai Singhasari sejarah keris tampak kelam , tetapi diketahui bahwa akibat adanya kepercayaan baru yaitu Tantrayana , keris pada masa itu berkembang mencapai bentuknya . Keris yang tadinya berbentuk gemuk pendek berbadan lebar cenderung seperti keris Budha atau Katga pada masa ini berubah ramping walaupun uga masihtampak dempakdan sangkuk . Contohnya keris- keris Jenggala dan Singhasari , dalam relief di Candi Panataran , keris sudah lebih ramping bentuknya , ( Wawancara dengan Suprapto Suryodarmo 1986 . ).
Baru dalam kitab Pararaton didapatkan keterangan yang luar biasa tentang keris . Kemelut Tumapel dengan tokoh Ken Angrok seorang rakyat jelata anak Ken Endog yang dipercaya titisan Dewa Brahma , membuat sejarah besar . Kitab Pararaton memberi keterangan yang banyak tentang keris. Karena Ken Angrok jatuh cinta dengan Ken Dedes , wanita yang secara paksa menjadi istri Akuwu Tunggul Ametung . Untuk membunuh tunggul Ametung Ken Angrok memesan keris sakti kepada Empu Gandring, Keris Empu Gandring kemudian mulai memakan korban , pertama adalah Empu Gandring , kemudian Tunggul Ametung , Keboijo , Ken Anggrok sendiri , Panji Anusapati , Panji Tohjaya, dan Ranggawuni , Jadi keris Empu Gandring, telah memakan tujuh korban diantaranya Ken Angrok sendiri dan keturunanya . Tetapi Ken Angrok sendiri telah berhasil merebut Kerajaan Singhasari , yang kelak kemudian keturunanya akan meneruskan menjadi raja- raja sesudahnya . Oleh sebab kitab yang memuat ceritera itu disebut kitab Pararaton . Dalam peristiwa ini keris yang merupakan senjata penusuk berperan serta dalam penentuan sejarah . Serat pararaton yang menghebohkan ini ditemukan ditulis pada keropak atau Ron Tal dalam bahasa kawi . Ceritera ini menjadi penelitian sarjana Belanda yang bernama Brandes , dan pernah diterjemahkan dalam bahasa Belanda ( Mangkudimedjo , 1979 ,25. ).
Peristiwa – peristiwa besar yang melibatkan peran keris dalam masa kerajaan Majapahit apabila dikaji dari sejarah formal maupun ceritera tutur akan banyak ditemukan . Raja Jayanegara terbunuh oleh keris Ra Tancha yang masih termasuk keluarga raja atau Darmaputra . Ra Tancha kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Gajah mada . Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan Hayam wuruk mewarisi takhta, dan kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.
Begitu juga dalam ceritera tutur atau babad , banyak peran keris dalam sejarah yang hadir . Ceritera Bondan Kejawan atau pangeran Lembu Peteng . diperintahkan oleh prabu Brawijaya untuk belajar dan mengabdi pada ki Gede Tarub. Sang Prabu memberikan dua keris pusaka . Setelah berkelahi dengan perampok salah satu kerisna patah tetapi mengalami kemenangan . Bondan kejawan ini kemudian dikawinkan dengan putri ki Gede satu-satunya yang benama Nawangsih . Selanjutnya Bondan Kejawan menurunkan sederetan nama besar dalam sejarah masa kerajaan Demak . Cerita ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Jawi , babad Pajang , dan Babad Para Wali
Dalam Babad Tanah Jawi Terdapat sebuah bagian khusus yang memuat banyak keterangan tentang keris yaitu riwayat hidup dari empu – empu pande keris. Dalam babad diceriterakan riwayat empu Supa Gati , Supa Jigja , Supa Driya Supa Pangeran Sendang, empu Pitrang, Empu ki Sura, dan ki Supa Anom .
Dalam babad Tanah Jawi itu diceriterakan tentang raja Majapahit , yang memesan keris pada para empu , begitu juga para Wali yang membuat keris dapur-dapur yang baru . Muncul nama nama keris Pusaka seperti Condong Campur , Sabuk inten , Nagasasra , Sengkelat , Carubuk , Kala munjeng , pedang kyai lawang , kendali rangah macan guguh .dan lain sebagainya yang kelak menjadi pusaka raja – raja Jawa selanjutnya. Pusaka tersebut sedikit banyak ikut berperan dalam sejarah . ( Panji Prawirajuda ; 1984 , 225 –271 ).
Pada masa kerajaan Islam di Demak begitu banyak keterangan tentang keris . dan keris merupakan benda sebagai penentu sejarah., banyak ceritera tutur , serat ,babad , bahkan sejarah modern tulisan H.J de Graaf menulis tentang peristiwa pembunuhan , perebutan takhta , dan balas dendam di masa kerajaan Demak. Pembunuhan dengan keris pada masa ini ternyata merajalela . Raja Demak pertama adalah Raden Patah atau Sultan Jim Bun sebenarnya putra Bra Wijaya raja Majapahit , yang dipelihara oleh Harya Damar , adipati Palembang . Setelah Sultan Fatah meninggal digantikan oleh Puteranya yang tertua yaitu Pangeran Sabrang Lor , tetapi pangeran ini meninggal pada masa mudanya, belum menikah dan belum mempunyai putera . Seharusnya yang menggantikan adalah putra yang kedua yaitu Sekar Seda Lepen . Tetapi Sekar Seda Lepen dibunuh ditusuk dengan keris dari belakang , sewaktu pulang dari sholat Jumat di masjid Demak. Sepulang dari sholat Jumat, Seda Lepen dikutit dari belakang dan kemudian ditusuk pingangnya dengan keris . Seda lepen meninggal di tepian sungai , oleh sebab disebut Sekar Seda Lepen . Pembunuhan itu dilakukan oleh seorang prajurit pejineman atau prajurit sandi bernama Surawiyata , orang suruhan atau abdi dari Raden Mukmin , yaitu nama muda Sunan Prawata .
Putera laki laki Sekar Seda Lepen bernama Haryo Penangsang , yang masih kecil diangkat menjadi murid terkasih Sunan Kudus . Haryo Penangsang kelak kemudian setelah menjadi Adipati di Jipang akan membalas dendam . Kerajaan Demak jatuh ke tangan putra ketiga bernama Sultan Trenggana . Tetapi Sultan Trenggana gugur waktu berperang melawan Kerajaan Brang Wetan atau Blambangan di Beteng Panarukan . Yang menggantikan menjadi raja kemudian adalah putra Trenggana yaitu Sunan Prawata . Tetapi masa pemerintahanya dipenuhi oleh kemelut persaingan kekuatan dan perebutan takhta . Harya Penangsang , putra Seda Lepen mulai membalas dendam. Pertama kali yang menjadi korban adalah Sunan Prawata sendiri , sewaktu Sunan Prawata sedang sakit tiduran duduk di pangku atau di ” sundang “ oleh Permaisurinya, datanglah dua orang prajurit Sureng yang berhasil menyelinap ke tempat tidurnya . Prajurit sureng suruhan Arya Penangsang ini segera menusuk Sunan Prawata , tusukan begitu kuat sehingga menembus dada sampai kepunggung , permaisuri yang memangkunya ikut tertusuk dan langsung mati. Sunan Prawata yang sakti walaupun terluka belum juga mati . Sunan Prawata meraih kerisnya Kyahi Bethok , dilemparkan kearah prajurit Sureng . Sureng itu hanya tersentuh keris sedikit pada kakinya luka tergores , prajurit Sureng itu kemudian segera mati . Sunan Prawata. Kemudian mati menebus dosanya karena telah membunuh Sekar Seda lepen .
Haryo Penangsang belum puas membalas dendam, maka terjadilah pembunuhan selanjutnya terhadap Sunan Hadiri . Sewaktu Sunan Hadiri dengan isterinya Ratu Kalinyamat melaporkan peristiwa itu dan minta pengadilan pada Sunan Kudus, kepulanganya ke Kalinyamat dihadang oleh prajurit Sureng utusan Harya Penangsang . Sunan Hadiri terbunuh di jalan ditikam dengan keris namun untungnya Ratu Kalinyamat berhasil selamat . Balas dendam Harya Penangsang juga belum berhenti ingin menumpas habis keturunan Trenggana sampai menantu – menantunya .
Sasaran ketiga adalah Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ) Adipati Pajang , yang merupakan menantu Sultan Trenggana paling muda. Hadiwijaya pada masa itu telah menjadi Adipati di Pajang . Harya Penangsang kembali mengutus dua orang prajurit Sureng untuk membunuh Hadiwijaya . Para Sureng berhasil masuk ke tempat tidur menemukan Hadiwijaya yang baru tidur. Kemudian Sureng itu menusuk dengan keris. Hadiwijaya memang sakti, tidak mempan ditusuk dengan keris , bahkan kedua Sureng terjengkang pingsan karena kibasan kain dodot selimut sakti Hadiwijaya . Para Sureng kemudian diampuni disuruh kembali ke Jipang , bahkan diberi uang yang banyak . Para Sureng kemudian melapor kepada Harya Penangsang , Harya Penangsang marah besar , dan membunuh dua Sureng dengan kerisnya Kyai Brongot Setan Kober . Kedua Sureng telah mempermalukan Penangsang dan gagal dalam melakukan tugas .
Harya Penangsang kemudian gugur ditangan kerabat Sela. Ki gede Pemanahan , Ki gede Penjawi , dan putra Pemanahan , Danang Sutawijaya , yang berperang dengan segala taktik dan tipu daya. Akhirnya Adipati Jipang Haryo penagsang gugur . Maka tinggallah hanya satu orang terkuat pewaris kerajaan Demak. Jaka Tingkir atau Adipati Hadiwijaya kemudian menjadi Sultan di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya . ( De Graaf . H J , 1985 , 23-30.).
Pada jaman kerajaan Mataram Islam yang ber ibukota di Kotagede kemudian berpindah ke Plered , sejak pemerintahan Panembahan Senapati sampai Amangkurat Agung, diketahui keterangan yang banyak tentang keris .
Beberapa peristiwa penting terjadi masa Panembahan Senapati mulai berkuasa di Mataram . Pada awal pemerintahan Senapati mulai membangun istana Kotagede, telah membelokkan rombongan Mantri Pemajegan dari daerah Bagelen yang akan menyampaikan hasil pajak daerah Bagelen dan Banyumas ke Pajang . Di Istana Mataram mereka diundang mampir dan dijamu makan- makan besar dan melihat tari –tarian. Ada seorang mantri Pemajegan yang bernama Ki Bocor , yang membenci Senapati dan ingin mencoba kesaktiannya . Pada malam hari waktu Panembahan Senapati baru duduk di atas tikar di pendapa, bersantai menghadapi meja pendek , datanglah ki Bocor dari belakang . Dengan cepat Ki Bocor menusuk punggung Panembahan Senapati dengan keris pusaka yang bernama Kyai Kebo Dengen . Tetapi setelah ditusuk berkali – kali Panembahan Senapati sama sekali tidak terluka . Ki Bocor kehabisan tenaga dan jatuh duduk berlutut minta ampun . Panembahan Senapati membalik kebelakang dan memaafkan perilaku ki Bocor . Ki Bocor segera pergi , meninggalkan kerisnya ang masih tertancap di tanah . Sejak saat itu para mantri dan pejabat dari Bagelen dan Banyumas sangat kagum dan menghormati Senapati.. Peristiwa ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Djawi, Babad Pajajaran , Babad Baron Sekender, Dari babad Pajajaran diketahui bahwa Mantri Pamajegan Ki Bocor adalah Bebahu desa Bocor di Banyumas, keturunan Pangeran Tole yang membenci Mataram karena mulai berkembang menjadi kota yang ramai .( De Graaf , HJ. 1987 , 73. ).
Peristiwa yang besar sesudah itu menyusul lagi . Pangeran Alit, atau Pangeran Mas saudara ipar sultan Hadiwijaya yang menjabat Adipati Madiun, yang bernama Panembahan Madiun, memberontak terhadap kekuasaan Mataram.. Setelah Panembahan Senapati memimpin perang ke Madiun, Adipati Madiun merasa takut karena perajuritnya selalu kalah . Adipati Madiun mundur dan melarikan diri . Kadipaten dipertahankan oleh para prajurit yang dipimpin oleh Retna Jumilah , putri Adipati Madiun yang gagah berani . Panembahan Senapati berhasil menyeberangi bengawan Madiun, langsung memasuki Kadipaten . Kedatangan Senapati di hadapi oleh Retna Jumilah , yang telah siaga dengan para prajuritnya. Retna jumilah membawa keris sakti pusaka Madiun yang bernama kyahi Gumarang ( keris dapur Kala Gumarang adalah keris berdapur sepang dengan sogokan dan grenengan pada kedua kepet ganjana ).. Senapati menghentikan para prajurit pengawalnya di bawah pohon beringin, dan sendirian memasuki Pendapa Kadipaten. Kedatangan senapati dihadapi oleh Retna jumilah sendiri . Retna Jumilah menusuk – nusuk Senapati dengan keris Kyahi Gumarang tetapi Senapati tidak terluka sedikitpun . Kemudian Retna Jumilah kehabisan tenaga , berlutut minta ampun . Senapati mengampuni Retna Jumilah , akhirnya Retna Jumilah putri Madiun kemudian diambil sebagai isteri Senapati . Senapati kagum pada kecantikan dan keberaniannya . Sejarah ini banyak ditulis dalam babad , terutama Babad Tanah Jawi , Babad Matawis , dan buku sejarah tulisan De Graaf . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1590 . ( De Graaf , HJ 1987. ).
Setelah Panembahan Senapati wafat , kemudian berkuasa Susuhunan Seda Krapyak atau Raden mas Jolang bergelar Susuhunan Hadi Hanyakrawati. Digantikan oleh raden Mas Rangsang , yang kemudian menjadi raja besar di Jawa bergelar Sultan Agung Hanyakra Kusuma . Pada masa awal pemerintahanya Sultan Agung mempersiapkan ekspansi ke Jawa Timur , atau daerah Brang Wetan , Sultan Agung mempersiapkan diri melengkapi peralatan perang . Sultan agung mengumpulkan empu – empu dan pande besi yang ada didaerah kekuasaan Mataram . Para empu diharuskan membuat senjara perang , tombak pedang , keris , bahkan sampai meriam Jawa . Ratusan empu dan pandai besi bekerja keras dibawah koordinasi tujuh orang empu ternama (tindih empu pitu) . Peristiwa ini disebut sebagai peristiwa Pakelun . Pada masa itu banyak dibuat keris , keris – keris itu dinamakan tangguh Mataram Pakelun ,. sampai masa sekarang keris-keris itu masih banyak dijumpai . Sedangkan meriam ang dibuat masa itu masih dapat dijumpai di keraton Kasunanan Surakarta . ( Riya Yasadipura , wawancara 1984 .).
Setelah Berhasil menaklukkan Blambangan sampai Madura , Maka terjadi pemberontakan kadipaten Pati , Adipati Pragola II, atau Adipati Pragolapati penguasa daerah Pati memberotak . Dalam ceritera tutur Jawa, dikatakan orang orang Pati kebal senjata. Kekebalan itu hanya dapat ditawarkan kalau senjata orang- orang Mataram diberi susuk emas . Setelah rahasia itu diketahui , maka keris Mataram diberi tatahan emas untuk menawarkan kekebalan orang dari Pati. Maka kadipaten Pati segera jatuh dan dikuasai Mataram . Setelah jatuhna blambangan dan Pati , Sultan Agung berkenan memberi pada para prajurit dan perwira yang berjasa dengan keris bertatah emas. Maka pada masa itu keris keris penghargaan banyak diberikan kepada para abdi dalem yang berjasa. Keris tanda penghargaan tersebut adalah keris bertatah emas Gajah Singa , Keris Gana Gajah Singa sebenarnya adalah cronogram ( sengkalan) tahun jatuhnya Pati . Tatahan emasnya disesuaikan dengan besarnya jabatan atau jasa dari para pahlawan yang ikut berperang menaklukkan Blambangan dan Pati. Tahun Keruntuhan Pati menurut catatan Belanda adalah tahun 1627.
Setelah Sultan Agung Surut , maka raja yang menggantikan adalah Susuhunan Amangkurat I atau Amangkurat Agung . Masa pemerintahan Amang -kurat ini diliputi suasana yang mencekam, penuh kekerasan dan pembunuhan. Begitu banak peristiwa sejarah yang melibatkan keris sebagai alat pembunuh .
Pertama kali adalah peristiwa Pangeran Alit, Pangeran Alit sebenarnya adalah adik Sunan sendiri, yang dicurigai akan memberontak karena banyak merekrut dan dicintai para lurah yang menjadi bawahannya. Lurah –dan pengikut Pangeran Alit dibunuh satu persatu dengan jalan pembunuhan politis yang rahasia . Karena marah, Pangeran Alit memprotes dengan datang di Alun- alun Plered membawa para lurah yang hanya sedikit jumlahnya. Terjadi perkelahian di alun- alun , para lurah bayak yang terbunuh ,. Pangeran Alit kemudian mengamuk di alun -lun dengan kerisnya yang sakti . Beberapa orang telah menjadi korban keris Pangeran Alit. Demang Malaya atau juga disebut Cakraningrat I dari Madura membujuk agar Pangeran Alit menghentikan pertumpahan darah , berlutut dihadapan Pangeran Alit dan memohon dengan menangis . Karena marah yang tak tekendalikan , Demang Malaya ditusuk keris lehernya oleh Pangeran Alit , Demang Malaya meninggal seketika . Pengikut Demang Malaya kemudian mengeroyok pangeran alit , sampai pangeran Alit gugur . Orang-oang Madura yang mengeroyok Pangeran Alit juga dibunuh dengan keris oleh Prajurit Amangkurat . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1647 Masehi, Menurut catatan Belanda ( De Graaf , 1987 , 34-36.).
Peristiwa kedua adalah pembunuhan kaum ulama . Amangkurat Agung selalu curiga dan khawatir terhadap para ulama , yang masa itu jumlah dan pengaruhnya semakin besar di kerajaan Mataram . Maka Amangkurat Agung menugaskan empat orang terkemuka membentuk kesatuan prajurit rahasia khusus, yang menyelidiki kaum ulama terkemuka di wilayah Mataram . Setiap jumat para perajurit rahasia ini mengutit para ulama ang sedang sholat Jumat . Setelah sholat Jumat, dibunyikan meriam Sapujagad sebagai tanda rahasia . Maka pada saat per tanda itu ratusan bahkan ribuan santri dan ulama dihabisi dengan keris .
Meriam besar sebagai tanda itu sebenarnya bernama Kyahi Pancawara dibuat masa Sultan Agung , yang kemudian diganti nama dengan Kyahi Sapu Jagad . Meriam besar itu masih dapat dilihat sampai sekarang terdapat dimuka Pagelaran Alun -alun utara Kraton Surakarta , Peristiwa ini tidak tertulis pada ceritera tutur dan babad Jawa , tetapi terdapat pada sejarah Banten , Cirebon dan Belanda , Peristiwa ini terjadi kira – kira seputar tahun 1648 . ( De Graaf , 1987 , 35-37. )
Peristiwa ketiga adalah pembunuhan Kai Dalem. Kyai Wayah di Pajang adalah seorang dhalang Wayang Gedhog yang mempunyai anak yang amat cantik tapi sudah bersuami , Suami anak Ki Wayah benama Kyahi Dalem . Sunan menginginkan wanita tersebut menjadi isterinya . Sekonyong konyong Ki Dalem meninggal terbunuh oleh keris , dan tidak ketahuan pembunuhnya . Wanita istri ki Dalem kemudian diboyong ke kraton dan dinikahi Sunan Amangkurat walaupun telah hamil dua bulan. Wanita cantik ini kemudian terkenal sebagai Ratu Mas Malang yang kemudian meninggal dicurigai telah diracun. Sunan setelah kematian Ratu Malang menjadi tertekan jiwanya seperti orang tidak waras. Bersama kematian Ratu Malang telah dihukum mati 43 orang wanita dayang, pelayan , emban dari keputren , sebagai hukuman karena keteledoran mereka . melayani Ratu Malang ( De Graaf ; 1987, 18-24.).
Peristiwa besar terjadi lagi, gudang mesiu Mataram meledak meninmbulkan malapetaka dan kematian yang banyak . Yang dituduh bertanggung jawab atas meledaknya gudang peluru tersebut adalah Raden Wiramenggala atau Riya menggala dan Raden Tanureksa . Bersama kerabat mereka sejumlah 27 orang mereka dihukum mati dengan ditusuk keris .Lebih menyedihkan lagi Raden Wiramenggala yang diperintah membunuh adalah kakanya sendiri , yaitu Pangeran Purbaya. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 1670 ( De Graaf , 1987 27-28 ). Beberapa babad telah menuliskan peristiwa itu , yaitu Babad Tanah Jawi, Babad Momana, dan catatan Belanda (raporten).
Peristiwa lain adalah pembunuhan Pangeran Selarong , Pangeran Selarong adalah putra Sunan Seda Krapyak dengan Putri Lungayu dari Ponorogo . Karena Pangeran Selarong dituduh menggunakan racun Anglung Upas , maka Pangeran Selarong dihukum mati dengan ditusuk keris , peristiwa ini terjadi didesa Bareng, Kuwel ( dekat Delanggu ) pada tahun 1669 . Peristiwa itu ditulis dalam Sedjarah Dalem , Babad momana , Babad Tanah Jawi dan catatan atau laporan Van Goens kepada Gubernur Jendral di Batavia .
Peristiwa kekejaman dengan keris muncul lagi , raja mempunyai simpanan gadis kecil yang sangat cantik namanya Rara Oyi. Karena belum haid , maka gadis cantik itu dititipkan kepada Pangeran Pekik , Adipati Surabaya. Sampai nanti dewasa akan dijadikan isteri. Pangeran Pekik kemudian menyuruh Ngabehi Wirareja dan keluarganya untuk mengasuh anak gadis itu . Setelah menanjak dewasa Rara Oyi yang sangat cantik kebetulan berjumpa dengan Pangeran Dipati Anom , putera raja. Pangeran Adipati Anom segera jatuh cinta pada Rara Oyi. Rara Oyi kemudian dilarikan Pangera Dipati Anom . Amangkurat Agung sangat murka , memerintahkan membunuh Pangeran Pekik dengan seluruh keluarganya, sejumlah 40 orang, Mereka dihukum mati dengan ditusuk keris. Wirareja juga dihukum mati beserta keluargana jumlah korban dalam peristiwa ini adalah 60 Orang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1670 .
Betapun pada masa pemerintahan Amangkurat I telah sering terjadi pembunuhan pembunuhan dengan keris. Ketidak puasan, ketakutan, dan keresahan menyelimuti Mataram , dan akhirnya terjadi Pemberontakan Trunajaya yang bersekutu dengan mertuanya Pangeran Kajoran , Sehingga kerajaan Mataram menjadi runtuh dan Amangkurat melarikan diri , wafat di Tegalwangi.
Setelah Wafatnya Amangkurat Agung di Tegalwangi , maka Pangeran Adipati Anom menjadi raja . Amangkurat II atau Amangkurat Amral ( Admiral ) memindah kan ibukota mataram ke Wana Karta , kemudian diganti nama Kartasura. Amangkurat Amral berhasil mengalahkan Pemberontak Trunajaya dengan bantuan Kompeni dan para adipati. Trunajaya ditangkap di Gunung Antang Kediri . Trunajaya ditawan dibawa ke Surabaya , di Alun – alun Amangkurat Admiral menghukum Trunajaya dengan keris Kyahi Blabar , Maka berakhirlah pemberontakan Trunajaya ( Sudibjo ZH . 1980, 250- 252 )
Masih begitu banyak peran keris dalam sejarah , misalnya Untung Surapati yang selalu membawa keris kecil yang disembunyikan dalam cadik untaian daun sirih , apabila berjumpa dengan Belanda cadik itu disabetkan pada orang Belanda , Karena kesaktian keris orang Belanda itu mati .
Begitu Juga Paku Buwana II telah memberikan keris Kyahi Kopek kepada pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Yogyakarta . ini tertulis dengan jelas pada sejarah sesudah perjanjian Gianti . Keris Kyahi Kopek menjadi lambang pengakuan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta oleh Paku Buwana II.
Pangeran Diponegoro , yang mengorbankan perang Jawa ( Java oorlog 1825-1830 ) , selalu memakai dan membawa keris pusaka dipinggangnya . Dalam gambar kuno akan selalu tampak Diponegoro memakai keris warangka gayaman gaya Yogyakarta. ( Muhammad Yamin; 1956, 27.)
Bagaimanapun juga keris keris tunggul , dan pusaka kraton Jawa tetunya mempunai karisma sendiri-sendiri , kedudukanya , dan sejarahnya masing-masing.
Sejarawan keris masih harus banyak menggali latar belakang dan sejarah tentang keris – keris pusaka seperti , Kyai Joko Piturun , Kyai Mahesa Nempuh , Kyahi Mega Mendhung , Kyahi Banjir, Kyai Babar Layar, Kanjeng Ki ageng , Kyahi Kebo Nengah, Kyai Karawelang , dan masih banyak lagi keris pusaka yang harus dikaji sejarahnya lebih lanjut.
Keris juga masih saja berperan , dan muncul dalam sejarah modern . Pada masa revolusi fisik , Panglima Besar Soedirman memimpin perang gerilya melawan pendudukan Belanda. Jendral Soedirman tidak memakai seragam militer modern dengan pistol atau senapan . Jendral Soerdirman justru memakai udheng ikat kepala , dan memakai jubah di pinggangnya terselip keris . Jendral Soedirman lebih suka memakai pakaian rakyat seperti pendeta atau kyai pedesaan , karena akan terasa lebih akrab berintegrasi dengan rakyat pedesaan. ( Roto Suwarno, 1985, 80, 103, 146 ).
Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia . pada masa kejayaanya selalu membawa keris . Keris yang dibawa Bung Karno sebenarnya bukan keris melainkan pedang suduk ang memakai ganja , atau keris dapur Cengkrong yang diberi warangka perak yang ditatah . Menurut ceritera pedang tangguh Belambangan itu pusaka dari ayah Bung Karno . Raden Mas Sosro pemberian Sunan Paku Buwana ke X . Menurut kepercayaan pada masa itu , Bung Karno menjadi sangat berani , berwibawa dan ditakuti , karena pusaka kerisnya . Keris atau pedang suduk ini sering terlihat pada foto – foto Bung Karno.
Pak Harto , semasa menjadi Presiden Republik Indonesia , dalam hubungan diplomasi denbgan negara sahabat ,sering memberikan tanda mata untuk kepala negara atau wakil negara sahabat cideramata berupa keris . Keris yang diberikan adalah keris Bali dan ada juga keris Jawa . Peristiwa ini berlangsung berkali kali , dan pada masa itu sering ditayangkan oleh media masa .
Begitu banyaknya peran keris dalam sejarah bangsa ini , Tulisan ini dibuat sebenarnya hanya menghadirkan serba sedikit peran keris dalam sejarah . daqri bagian besar sejaah bangsa Indonesia Untuk mengkajinya diperlukan waktu yang panjang , tenaga dan beaya yang besar . Tentunya para ahli dan pecinta keris sangat memaklumi masalah itu. Terlebih lagi masa kini , keris sudah dianggap menjadi milik dunia .
http://kerisologi.multiply.com/journal/item/8
http://zeckozo.blogspot.com/2010/04/peran-keris-dalam-sejarah.html
Misteri Jenglot : Monster Kecil Sakti Usia Ratusan Tahun
Beberapa tahun lalu, sekitar akhir tahun 1997, tiba-tiba saja ada “makhluk” misterius yang jadi pembicaraan. Perawakannya kecil dengan tubuh tak lebih dari 12 cm dan rambutnya yang panjang, jarang dan kaku melewati kaki. Makhluk itu dinamakan jenglot. Kabarnya, jenglot itu bukan benda mati. Konon ia hidup, namun tak ada yang pernah tahu kapan bergerak.
KALAU melihatnya dari sudut lain, yakni dari sudut dan dunia simbolik kalangan para dukun, jenglot dikatakan sebagai “mummy” yang konon berusia 300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot ditemukan saat sejumlah paranormal alias dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur tahun 1972.
Jenglot yang dipamerkan waktu itu ada empat, masing-masing disebut sebagai jenglot, yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa membantu mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain lagi adalah Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran usaha, menjaga keselamatan dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa dipakai sebagai pengasih.
Yang terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih, ada hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. Jenglot sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Meski jenglot bukan makhluk hidup, tetapi daya spiritual jenglot tetap hidup. Karena itu jenglot “harus diberi makan”. Makanan jenglot adalah darah berjenis O dan minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang katanya mudah didapat di pasar.
Ahli Forensik FKUI-RSCM: Jenglot Bukan Manusia
JENGLOT pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di bagian Forensik RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka menyeramkan itu memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki serta rambut terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak proporsional. Hanya saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat panjang. Taring mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga panjang dan meruncing hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk penonton berdiri. "Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah dicampur minyak javaron seperti kalau banyak orang memberikan sesaji berupa kembang atau kemenyan,” kata Hendra.
Tak ada yang tahu apakah darah tersebut benar-benar diminum atau tidak oleh makhluk seberat 37,2 gram itu. Menurut Hendra, dalam tubuh jenglot masih terdapat kehidupan. Tanda kehidupan itu, menurutnya, dapat dilihat dari bola matanya yang bisa berpindah setiap saat serta rambut dan kukunya yang memanjang. Benarkah jenglot dan kawan-kawannya itu masih hidup atau setidaknya pernah hidup? Hendra dengan berani mengajukan “tantangan” agar para ahli kedokteran menelitinya secara objektif. Tampaknya gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik untuk meneliti “kemanusiaan” jenglot. Tentu saja bukan berdasarkan ilmu klenik, tapi secara medis berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka pada hari Kamis, 25 September 1997 siang, makhluk jenglot dibawa ke RSCM untuk diperiksa secara medis. Ruang forensik dan ruang rontgent RSCM mendadak penuh sesak pengunjung.
Mereka terdiri dari paramedis, mahasiswa kedokteran, wartawan dan sejumlah pengunjung RS yang tertarik melihat kedatangan jenglot yang ditaruh dalam kotak kayu berukir itu. Ahli Forensik FKUI-RSCM, Budi Sampurna DSF mengatakan, pemeriksaan jenglot dengan latar belakang seperti yang telah diketahui masyarakat luas merupakan tantangan menarik bagi dunia kedokteran untuk membuktikannya dari segi keilmuan. Menurut dr Budi, guna membuktikan kemanusiaan jenglot, maka akan dilakukan deteksi dengan alat rontgent untuk mengetahui struktur tulangnya serta pemeriksaan bahan dasar kehidupan seperti C,H,O atau proteinnya.
Untuk keperluan tersebut, ahli forensik mengambil sampel dari bahan yang diduga sebagai kulit atau daging jenglot serta sehelai rambutnya. Pengambilan sampel dilakuan sendiri oleh Hendra yang saat datang ke RSCM membawa serta tiga batang hio. "Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang kena sawab-nya (pengaruh)," katanya perihal hio.
Dokter Djaya Surya Atmaja kemudian memotret dan mengukur berbagai bagian “tubuh” jenglot. Setelah itu dokter spesialis radiologi, dr Muh Ilyas memeriksa jenglot menggunakan sinar X. Dalam pemerikasaan lebih lanjut Hendra menolak barang koleksinya dibedah. Alasannya, jasad Jenglot akan rusak. "Akibat tidak baik bagi kita semua," katanya.
Usai pemeriksaan ternyata hasilnya menyatakan jenglot tak memiliki struktur tulang. Hasil rontgent yang disaksikan puluhan wartawan, paramedis, mahasiswa praktek, ternyata hanya menampilkan bentuk struktur menyerupai penyangga dari kepala hingga badan. Selain itu terlihat juga jaringan kuku dan empat gigi selebihnya tak ada. "Ada bagian jaringan serupa daging, namun kita belum bisa memastikan apakah itu daging atau bahan lainnya," kata Muh Ilyas.
Guna mendapat hasil lebih mendetail, maka jenglot diteliti dengan CT Scan. Ternyata jenglot tidak memiliki struktur seperti manusia kendati kenampakan luar menyerupai manusia. Kini pihak Forensik FKUI-RSCM masih meneliti sampel kulit/daging serta rambut jenglot untuk mengetahui golongan darah, DNA-nya. "Memakan waktu sekitar tiga minggu," katanya.
Menanggapi hasil tersebut, Hendra mengatakan, "Apa pun hasilnya kita harus terima dong," katanya. Majalah Gatra, Nomor 52/III, 15 November 1997 memberikan laporannya mengenai jenglot. Penelitian yang dilakukan Dokter Djaja Surya Atmaja PhD, dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa contoh kulit jenglot yang diperiksa memiliki karakteristik sebagai DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia. "Saya kaget menemui kenyataan ini," kata Djaja, doktor di bidang DNA forensik lulusan Kobe University, Jepang, 1995.
Namun Djaja menolak anggapan seolah ia mengakui jenglot sebagai manusia. "Tapi sampel yang saya ambil dari jenglot menunjukkan karakteristik manusia," katanya. Adapun sampelnya berupa sayatan kulit jenglot berukuran setengah luas kuku, yang mengelupas dari lengannya. Contoh kulit itulah yang kemudian ditelitinya di Laboratorium RSCM atas prakarsa dan biaya pribadi. Spesimen seirisan kulit bawang itu kemudian diekstraksi agar DNA-nya keluar dari inti sel. DNA merupakan material genetik berupa basa protein panjang yang membangun struktur kromosom. Pada inti sel manusia terdapat 23 pasang kromosom. Masing-masing bisa dipenggal-penggal menjadi banyak lokus, satu unit yang membangun sifat bawaan tertentu.
Djaja memeriksa DNA Jenglot pada lokus nomor D1S80 dari kromosom 1 dan HLA-DQA1 dari kromosom 5, serta lima lokus khusus lain dengan teknik PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan hasil positif. Artinya, spesimen Jenglot itu berasal dari keluarga primata -bisa monyet, bisa pula manusia. Namun dari penyelidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapat kepastian bahwa sampel DNA itu berkarakteristik sama dengan manusia. Temuan mengejutkan itu diperkuat dengan kajian mesin PCR. "Hasilnya begitu, saya harus bilang apa," kata satu-satunya ahli DNA forensik Indonesia berusia 37 tahun itu. Hendra Hartanto gembira mendengar hasil penelitian Djaja. "Ini menyangkut peninggalan sejarah yang berumur 3.112 tahun," katanya ketika ditemui Gatra di pameran Gelar Benda Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter, Jakarta Utara waktu itu.
Dokter Budi Pramono, yang pernah merontgen jenglot, terkejut mendengar hasil penelitian Djaja Surya. "Mirip bagaimana? Harus jelas. Saya kok kurang percaya. Nanti saya akan mengonfirmasikan langsung ke Dokter Djaja," katanya. Yang pasti, Budi tak percaya jika jenglot dianggap hidup. "Makhluk hidup itu perlu makan dan bernapas. Lalu strukturnya perlu tulang, jantung, paru, dan lain-lain. Jenglot tak mempunyai itu semua," katanya.
Untuk menjelaskan sosok jenglot secara lengkap, kata Budi, perlu diteliti lebih jauh struktur anatominya, aspek mikroskopis jaringannya, bahkan enzim yang ada di tubuhnya. Pimpinan RSCM sempat tertarik untuk meneliti Jenglot. Namun setelah Budi melaporkan bahwa jenglot tak memiliki kelengkapan organ sebagai makhluk, niat itu surut. Jenglot dianggap seperti karya mistik lainnya yang tak mengandung tantangan ilmiah. Sampai kemudian Djaja Surya menguji DNA dari kulit lengannya, yang ternyata berkarakteristik manusia. Tapi Djaja pun tak memutlakkan temuannya. Bisa saja penyelidikannya meleset karena sampelnya terkontaminasi. "Misalnya, kulit jenglot sebelumnya terkena olesan darah manusia," katanya.
Waktu jenglot dipamerkan, seorang bapak yang mengaku dari Salatiga yang bertanya, "Bisakah jenglot berkembang biak?''
Pertanyaan itu semata-mata berpangkal dari kekhawatirannya jika “makhluk ganas” (karena makanannya darah) itu makin banyak. Tetapi Hendra menepis kekawatiran itu. Menurut dia, jenglot hanya hidup secara gaib (roh). Artinya, kehidupan yang dimiliki bukan seperti kehidupan makhluk hidup. Sebab, secara fisik jenglot sebenarnya sudah mati (mumi). "Namun, dalam kematiannya itu dia masih memiliki kekuatan,'' ujarnya. Karena itu, dia mempersilakan orang yang memiliki tenaga dalam untuk membuktikan keberadaan "energi'' itu.
“Energi yang terkandung di dalam jenglot betul-betul besar, sampai saya terpental beberapa meter. Padahal, saya sudah mengerahkan kemampuan tenaga dalam untuk meremukkannya, namun ternyata tak mampu. Wah, betul-betul luar biasa,” tutur salah seorang pengunjung yang tak mau disebut namanya, setelah menjajal energi yang tersimpan di jenglot yang dipamerkan di Ruang Pamer Pasarraya Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang.
Memang, banyak pengunjung yang kurang percaya jenglot itu mempunyai energi supranatural. Namun, bagi pengunjung yang mempunyai ilmu tenaga dalam atau tenaga supranatural, baru akan mempercayainya mumi mini tersebut mempunyai energi yang besar. Sampai-sampai mampu melemparkan pengunjung yang menjajal-nya.
Beberapa pengunjung yang lain yang memiliki ilmu tenaga dalam ketika menguji juga mengalami nasib serupa, terpental. Namun ada juga pengunjung yang memang tak dibekali dasar-dasar ilmu tenaga dalam, ketika mau membuktikan energi jenglot oleh panitia dengan terpaksa tidak diperkenankan. “Jangankan diremas oleh orang tua, oleh anak kecil pun jenglot pasti remuk,” tutur Yehana SR, salah seorang panitia pameran.
Tidak hanya itu, kabar jenglot yang diduga mempunyai unsur DNA manusia dan energi supranatural juga telah mendunia. Buktinya, salah seorang pakar foto aura dari Belanda, yakni Ny Adri Bojoh Knijn, secara khusus datang ke Ruang Pamer Jenglot untuk mendeteksi keberadaan energi jenglot tersebut dengan alat foto aura.
Hendra Hartanto pemilik benda tersebut menjelaskan, soal asal-usul jenglot tersebut manusia atau bukan, tergantung pada kepercayaan. Karenanya, jika ada pihak lain yang mempercayai benda tersebut bukan merupakan jasad manusia sah-sah saja. Sedangkan soal penelitian DNA, pihaknya berencana akan melakukan pengujian ke Singapura dan Jepang.
Banyak pula pengunjung yang meragukan jenglot sebagai makhluk mati yang mempunyai energi. Misalnya, kapan jenglot memindahkan tangan atau kakinya. Mulai hari pertama hingga kelima dipamerkan, empat ''pertapa sakti'' tersebut tetap dalam posisi semula: tangan tertekuk di depan dada, kedua kaki lurus-sejajar, dengan kedua mata terbuka.
''Katanya hidup, kok nggak bisa berkedip-kedip?'' tanya seorang pengunjung.
Terhadap pertanyaan itu, Hendra menjelaskan, jenglot memang tak bisa berkedip. Namun, meskipun belum pernah memergoki, dia sering mendapati posisi kelopak mata yang berubah. ''Suatu saat, posisi kelopak mata terbuka lebar, tapi saat yang lain akan menurun. Saya memang belum pernah memergoki, tapi pernah mendapati kelopak mata dalam kedua posisi seperti itu,'' ucapnya mencoba meyakinkan para pengunjung.
Dia menambahkan, yang dimaksud hidup dari jenglot bukan hidup seperti halnya manusia. ''Jenglot itu mumi, dan 'kehidupannya' ada dalam kematiannya itu. Jenglot hanya hidup secara gaib (roh).''
Dari Petir
SRI Ningsih, paranormal di Jl Petek, Darat Nipah Selatan No 177A Semarang, mengatakan, jenglot memang memiliki kekuatan atau energi. Jadi nggak ada unsur rekayasa. ''Namun saya berbeda pendapat dari Hendra mengenai asalnya. Menurut saya, jenglot itu berasal dari petir yang dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel dan Sunan Giri,” tuturnya.
Mereka menganggap petir kurang ajar karena menyambar-nyambar saat ketiga wali berjalan-jalan. Karena itu petir ditangkap, kemudian di-sabdo. Karena berasal dari petir, maka jenglot memilki aliran listrik besar. “Secara fisik, jenglot berbentuk manusia, tapi sebenarnya dia itu jin. Setelah saya negosiasi, makanan jenglot bisa tanpa darah manusia, tapi cukup dengan minyak japaron,” tuturnya.
Sedangkan Harwanto, pengunjung asal Pedurungan, mengaku tertarik melihat jenglot, karena katanya termasuk manusia dan hidup. “Tapi ketika saya datang, berkedip pun dia tak bisa. Kalau demikian, jenglot tak ubahnya seperti benda pusaka lain, yaitu keris batu akik. Apalagi sesajiannya darah dan minyak wangi,” paparnya.
Sumber : Pos Metro Balikpapan
KALAU melihatnya dari sudut lain, yakni dari sudut dan dunia simbolik kalangan para dukun, jenglot dikatakan sebagai “mummy” yang konon berusia 300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot ditemukan saat sejumlah paranormal alias dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur tahun 1972.
Jenglot yang dipamerkan waktu itu ada empat, masing-masing disebut sebagai jenglot, yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa membantu mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain lagi adalah Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran usaha, menjaga keselamatan dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa dipakai sebagai pengasih.
Yang terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih, ada hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. Jenglot sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Meski jenglot bukan makhluk hidup, tetapi daya spiritual jenglot tetap hidup. Karena itu jenglot “harus diberi makan”. Makanan jenglot adalah darah berjenis O dan minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang katanya mudah didapat di pasar.
Ahli Forensik FKUI-RSCM: Jenglot Bukan Manusia
JENGLOT pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di bagian Forensik RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka menyeramkan itu memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki serta rambut terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak proporsional. Hanya saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat panjang. Taring mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga panjang dan meruncing hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk penonton berdiri. "Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah dicampur minyak javaron seperti kalau banyak orang memberikan sesaji berupa kembang atau kemenyan,” kata Hendra.
Tak ada yang tahu apakah darah tersebut benar-benar diminum atau tidak oleh makhluk seberat 37,2 gram itu. Menurut Hendra, dalam tubuh jenglot masih terdapat kehidupan. Tanda kehidupan itu, menurutnya, dapat dilihat dari bola matanya yang bisa berpindah setiap saat serta rambut dan kukunya yang memanjang. Benarkah jenglot dan kawan-kawannya itu masih hidup atau setidaknya pernah hidup? Hendra dengan berani mengajukan “tantangan” agar para ahli kedokteran menelitinya secara objektif. Tampaknya gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik untuk meneliti “kemanusiaan” jenglot. Tentu saja bukan berdasarkan ilmu klenik, tapi secara medis berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka pada hari Kamis, 25 September 1997 siang, makhluk jenglot dibawa ke RSCM untuk diperiksa secara medis. Ruang forensik dan ruang rontgent RSCM mendadak penuh sesak pengunjung.
Mereka terdiri dari paramedis, mahasiswa kedokteran, wartawan dan sejumlah pengunjung RS yang tertarik melihat kedatangan jenglot yang ditaruh dalam kotak kayu berukir itu. Ahli Forensik FKUI-RSCM, Budi Sampurna DSF mengatakan, pemeriksaan jenglot dengan latar belakang seperti yang telah diketahui masyarakat luas merupakan tantangan menarik bagi dunia kedokteran untuk membuktikannya dari segi keilmuan. Menurut dr Budi, guna membuktikan kemanusiaan jenglot, maka akan dilakukan deteksi dengan alat rontgent untuk mengetahui struktur tulangnya serta pemeriksaan bahan dasar kehidupan seperti C,H,O atau proteinnya.
Untuk keperluan tersebut, ahli forensik mengambil sampel dari bahan yang diduga sebagai kulit atau daging jenglot serta sehelai rambutnya. Pengambilan sampel dilakuan sendiri oleh Hendra yang saat datang ke RSCM membawa serta tiga batang hio. "Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang kena sawab-nya (pengaruh)," katanya perihal hio.
Dokter Djaya Surya Atmaja kemudian memotret dan mengukur berbagai bagian “tubuh” jenglot. Setelah itu dokter spesialis radiologi, dr Muh Ilyas memeriksa jenglot menggunakan sinar X. Dalam pemerikasaan lebih lanjut Hendra menolak barang koleksinya dibedah. Alasannya, jasad Jenglot akan rusak. "Akibat tidak baik bagi kita semua," katanya.
Usai pemeriksaan ternyata hasilnya menyatakan jenglot tak memiliki struktur tulang. Hasil rontgent yang disaksikan puluhan wartawan, paramedis, mahasiswa praktek, ternyata hanya menampilkan bentuk struktur menyerupai penyangga dari kepala hingga badan. Selain itu terlihat juga jaringan kuku dan empat gigi selebihnya tak ada. "Ada bagian jaringan serupa daging, namun kita belum bisa memastikan apakah itu daging atau bahan lainnya," kata Muh Ilyas.
Guna mendapat hasil lebih mendetail, maka jenglot diteliti dengan CT Scan. Ternyata jenglot tidak memiliki struktur seperti manusia kendati kenampakan luar menyerupai manusia. Kini pihak Forensik FKUI-RSCM masih meneliti sampel kulit/daging serta rambut jenglot untuk mengetahui golongan darah, DNA-nya. "Memakan waktu sekitar tiga minggu," katanya.
Menanggapi hasil tersebut, Hendra mengatakan, "Apa pun hasilnya kita harus terima dong," katanya. Majalah Gatra, Nomor 52/III, 15 November 1997 memberikan laporannya mengenai jenglot. Penelitian yang dilakukan Dokter Djaja Surya Atmaja PhD, dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa contoh kulit jenglot yang diperiksa memiliki karakteristik sebagai DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia. "Saya kaget menemui kenyataan ini," kata Djaja, doktor di bidang DNA forensik lulusan Kobe University, Jepang, 1995.
Namun Djaja menolak anggapan seolah ia mengakui jenglot sebagai manusia. "Tapi sampel yang saya ambil dari jenglot menunjukkan karakteristik manusia," katanya. Adapun sampelnya berupa sayatan kulit jenglot berukuran setengah luas kuku, yang mengelupas dari lengannya. Contoh kulit itulah yang kemudian ditelitinya di Laboratorium RSCM atas prakarsa dan biaya pribadi. Spesimen seirisan kulit bawang itu kemudian diekstraksi agar DNA-nya keluar dari inti sel. DNA merupakan material genetik berupa basa protein panjang yang membangun struktur kromosom. Pada inti sel manusia terdapat 23 pasang kromosom. Masing-masing bisa dipenggal-penggal menjadi banyak lokus, satu unit yang membangun sifat bawaan tertentu.
Djaja memeriksa DNA Jenglot pada lokus nomor D1S80 dari kromosom 1 dan HLA-DQA1 dari kromosom 5, serta lima lokus khusus lain dengan teknik PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan hasil positif. Artinya, spesimen Jenglot itu berasal dari keluarga primata -bisa monyet, bisa pula manusia. Namun dari penyelidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapat kepastian bahwa sampel DNA itu berkarakteristik sama dengan manusia. Temuan mengejutkan itu diperkuat dengan kajian mesin PCR. "Hasilnya begitu, saya harus bilang apa," kata satu-satunya ahli DNA forensik Indonesia berusia 37 tahun itu. Hendra Hartanto gembira mendengar hasil penelitian Djaja. "Ini menyangkut peninggalan sejarah yang berumur 3.112 tahun," katanya ketika ditemui Gatra di pameran Gelar Benda Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter, Jakarta Utara waktu itu.
Dokter Budi Pramono, yang pernah merontgen jenglot, terkejut mendengar hasil penelitian Djaja Surya. "Mirip bagaimana? Harus jelas. Saya kok kurang percaya. Nanti saya akan mengonfirmasikan langsung ke Dokter Djaja," katanya. Yang pasti, Budi tak percaya jika jenglot dianggap hidup. "Makhluk hidup itu perlu makan dan bernapas. Lalu strukturnya perlu tulang, jantung, paru, dan lain-lain. Jenglot tak mempunyai itu semua," katanya.
Untuk menjelaskan sosok jenglot secara lengkap, kata Budi, perlu diteliti lebih jauh struktur anatominya, aspek mikroskopis jaringannya, bahkan enzim yang ada di tubuhnya. Pimpinan RSCM sempat tertarik untuk meneliti Jenglot. Namun setelah Budi melaporkan bahwa jenglot tak memiliki kelengkapan organ sebagai makhluk, niat itu surut. Jenglot dianggap seperti karya mistik lainnya yang tak mengandung tantangan ilmiah. Sampai kemudian Djaja Surya menguji DNA dari kulit lengannya, yang ternyata berkarakteristik manusia. Tapi Djaja pun tak memutlakkan temuannya. Bisa saja penyelidikannya meleset karena sampelnya terkontaminasi. "Misalnya, kulit jenglot sebelumnya terkena olesan darah manusia," katanya.
Waktu jenglot dipamerkan, seorang bapak yang mengaku dari Salatiga yang bertanya, "Bisakah jenglot berkembang biak?''
Pertanyaan itu semata-mata berpangkal dari kekhawatirannya jika “makhluk ganas” (karena makanannya darah) itu makin banyak. Tetapi Hendra menepis kekawatiran itu. Menurut dia, jenglot hanya hidup secara gaib (roh). Artinya, kehidupan yang dimiliki bukan seperti kehidupan makhluk hidup. Sebab, secara fisik jenglot sebenarnya sudah mati (mumi). "Namun, dalam kematiannya itu dia masih memiliki kekuatan,'' ujarnya. Karena itu, dia mempersilakan orang yang memiliki tenaga dalam untuk membuktikan keberadaan "energi'' itu.
“Energi yang terkandung di dalam jenglot betul-betul besar, sampai saya terpental beberapa meter. Padahal, saya sudah mengerahkan kemampuan tenaga dalam untuk meremukkannya, namun ternyata tak mampu. Wah, betul-betul luar biasa,” tutur salah seorang pengunjung yang tak mau disebut namanya, setelah menjajal energi yang tersimpan di jenglot yang dipamerkan di Ruang Pamer Pasarraya Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang.
Memang, banyak pengunjung yang kurang percaya jenglot itu mempunyai energi supranatural. Namun, bagi pengunjung yang mempunyai ilmu tenaga dalam atau tenaga supranatural, baru akan mempercayainya mumi mini tersebut mempunyai energi yang besar. Sampai-sampai mampu melemparkan pengunjung yang menjajal-nya.
Beberapa pengunjung yang lain yang memiliki ilmu tenaga dalam ketika menguji juga mengalami nasib serupa, terpental. Namun ada juga pengunjung yang memang tak dibekali dasar-dasar ilmu tenaga dalam, ketika mau membuktikan energi jenglot oleh panitia dengan terpaksa tidak diperkenankan. “Jangankan diremas oleh orang tua, oleh anak kecil pun jenglot pasti remuk,” tutur Yehana SR, salah seorang panitia pameran.
Tidak hanya itu, kabar jenglot yang diduga mempunyai unsur DNA manusia dan energi supranatural juga telah mendunia. Buktinya, salah seorang pakar foto aura dari Belanda, yakni Ny Adri Bojoh Knijn, secara khusus datang ke Ruang Pamer Jenglot untuk mendeteksi keberadaan energi jenglot tersebut dengan alat foto aura.
Hendra Hartanto pemilik benda tersebut menjelaskan, soal asal-usul jenglot tersebut manusia atau bukan, tergantung pada kepercayaan. Karenanya, jika ada pihak lain yang mempercayai benda tersebut bukan merupakan jasad manusia sah-sah saja. Sedangkan soal penelitian DNA, pihaknya berencana akan melakukan pengujian ke Singapura dan Jepang.
Banyak pula pengunjung yang meragukan jenglot sebagai makhluk mati yang mempunyai energi. Misalnya, kapan jenglot memindahkan tangan atau kakinya. Mulai hari pertama hingga kelima dipamerkan, empat ''pertapa sakti'' tersebut tetap dalam posisi semula: tangan tertekuk di depan dada, kedua kaki lurus-sejajar, dengan kedua mata terbuka.
''Katanya hidup, kok nggak bisa berkedip-kedip?'' tanya seorang pengunjung.
Terhadap pertanyaan itu, Hendra menjelaskan, jenglot memang tak bisa berkedip. Namun, meskipun belum pernah memergoki, dia sering mendapati posisi kelopak mata yang berubah. ''Suatu saat, posisi kelopak mata terbuka lebar, tapi saat yang lain akan menurun. Saya memang belum pernah memergoki, tapi pernah mendapati kelopak mata dalam kedua posisi seperti itu,'' ucapnya mencoba meyakinkan para pengunjung.
Dia menambahkan, yang dimaksud hidup dari jenglot bukan hidup seperti halnya manusia. ''Jenglot itu mumi, dan 'kehidupannya' ada dalam kematiannya itu. Jenglot hanya hidup secara gaib (roh).''
Dari Petir
SRI Ningsih, paranormal di Jl Petek, Darat Nipah Selatan No 177A Semarang, mengatakan, jenglot memang memiliki kekuatan atau energi. Jadi nggak ada unsur rekayasa. ''Namun saya berbeda pendapat dari Hendra mengenai asalnya. Menurut saya, jenglot itu berasal dari petir yang dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel dan Sunan Giri,” tuturnya.
Mereka menganggap petir kurang ajar karena menyambar-nyambar saat ketiga wali berjalan-jalan. Karena itu petir ditangkap, kemudian di-sabdo. Karena berasal dari petir, maka jenglot memilki aliran listrik besar. “Secara fisik, jenglot berbentuk manusia, tapi sebenarnya dia itu jin. Setelah saya negosiasi, makanan jenglot bisa tanpa darah manusia, tapi cukup dengan minyak japaron,” tuturnya.
Sedangkan Harwanto, pengunjung asal Pedurungan, mengaku tertarik melihat jenglot, karena katanya termasuk manusia dan hidup. “Tapi ketika saya datang, berkedip pun dia tak bisa. Kalau demikian, jenglot tak ubahnya seperti benda pusaka lain, yaitu keris batu akik. Apalagi sesajiannya darah dan minyak wangi,” paparnya.
Sumber : Pos Metro Balikpapan
Keris di tengah kepulan asap
06 Januari 1973
Keris di tengah kepulan asap ...
PAKAI sarung batik dan surjan lurik. Di kedua tangan yang telah menipis karena usia yang renta, ada sebilah keris. Dengan sedikit gemetar keris itu, hati-hati sekali, dibawanya ke atas pedupaan. Dan di tengah kepulan asap kemenyan dengan disaksikan sesajen kembang dan jajan pasal diucapkan mantra yang sayup: Wesi tega wes pertiwi, balung tega balung pertiwi, wesi pulosoro, kowe aja ngganggu marang aku, Kowe tak gawe becik, tak gawe bagus. Setelah itu situa tepekur sebentar. Badannya yang bongkok tambah melengkung. Tidak lama kemudian keris dibuka dari sarungnya. Pelan sekalian tetap hati-hati. Sekali lagi keris diasap-asapi. Ujung jari tangan kirinya memegang ujungnya, dan seperti orang menimang bayi, keris digerak-gerakkan sambil bibirnya yang tipis mendesiskan matera-matera lagi. Selesai, sikat kecil yang telah tersedia dicelupkan kedalam minyak, untuk kemudian dipoleskan di tubuh keris. Upacara kecil ini namanya memandikan dan memberi makan keris. Masing-masing keris punya makanan sendiri-sendiri. Bukan beras yang mahal itu Meminyaki keris, artinya memberinya makan", kata mBah Soma, asal Yogya dan punya mata pencaharian merawat keris. Tergantung asai keris itu. Keris yang berasal Majapahit - dan ini yang paling laris dicari orang karena konon sakti -- harus diberi makan dengan minyak tulang macan. Keris Sedayu, dengan minyak wangi. Keris asal Tuban tidak segenit keris Sedayu, karena cukup dipolesi minyak kelapa saja. Pating klutuk. mBah Soma yang sudah 72 tahun umurnya itu juga mengatakan: hampir semua keris pusaka selalu diberi warangan. Artinya racun yang kalau ditancapkan di tubuh manusia tanpa garansi bisa menghilangkan nyawa. Dulu warangan didapat dari tumbuh-tumbuhan, atau bisa ular. Ada pula yang dibuat dari kodok mati yang dibusukkan dan airnya dibuat untuk merendam keris. Di zaman yang serba praktis ini, warangan tidak perlu dicari lagi. Bukan saja jumlah ular berbisa sudah semakin berkurang atau air kodok busuk akan mengganggu kesehatan. "Warangan kini kami ganti dengan arsenik yang bisa dibeli di apotik", kata seorang pamong keris dari kraton Yogya. Walaupun warangan telah dilantik dengan arsenik, tidak berarti perawatan keris juga dipermodern. Sajen tetap harus diberikan. Setiap pasaran yang dianggap hari besar keris tersebut tidak boleh dilewatkan tanapa upacara sesajen. "Juga jangan sembarangan menyimpan keris", kata mBah Soma. Intinya harus ditempat yang bersih dan tidak boleh lebih rendah dari kepala orang berdiri. Lagi pula dua macam keris tidak bisa begitu saja disatukan menyimpannya. Misalnya yang luk (lekukan) 11 jangan dicampur dengan luk 3. Kalau dipaksakan, konon malam hari mereka berkelahi. "Pating klutak dan pating klutuk", tambah mBah Soma. "Besoknya, keris yang sudah saya bersihkan kemarinnya jadi kotor lagi". Dikencingi. Sebegitu jauh, mBah Soma tidak berani melanggar aturan yang telah dianutnya sekian puluh tahun kalau dilanggar, "orang yang merawat keris itu bisa sial, sakit atau kalau kesalahannya cukup besar, bisa nemu ajal", katanya Apakah mBah Soma pernah juga kuwalat oleh keris sakti? "Pernah, ketika saya memperbaiki keris". Tanpa diketahuinya dia telah melewati begitu saja salah satu syarat. Akibatnya, "tangan saya kesemutan dan linu", katanya. Secara pandangan zaman kini, kesemutan mBah Soma bisa disamakan dengan kurang vitamin sedang linu-linunya akibat rematik yang biasa diidap umur tua. Tapi dia tidak pergi ke dokter untuk menyembuhkan tangannya itu. Dengan caranya sendiri dia telah menolak tuah sang keris. Bagaimana? Katanya dengan geli: "Saya pergi kebelakang, lantas tangan saya itu saya kencingi ya terus sembuh". Keris yang dipercaya membawa sakti memang tetap dicari orang. Menurut cerita burung, keberhasilan bekas Presiden Soekarno mengepalai Republik ini sampai 21 tahun, tak lain karena almarhum memiliki beberapa bilah keris sakti. Konon Presiden yang kedua demikian juga. Beberapa waktu yang lalu, ada dikabarkan bahwa orang-orangnya beliau sibuk mencari keris Nagasasra yang asli. Nagasasra yang punya pamor bernama sabuk inten adalah senjata pusaka kerajaan Jenggala. Menurut "file terakhir" dunia perkerisan, Nagasasra dilimpahkan oleh pemiliknya Prabu Lembu Amiluhur kepada puteranya Pangeran Sinopradapa, Itu beratus tahun yang lalu. Di tangan siapa keris tersebut kini, mencarinya akan sama sulitnya dengan mencari jarum yang jatuh di alang-alang. Darah segar. "Keris dicari orang karena keris yang cocok akan membawa tuah dan berkah", kata mBah Soma pula. Tapi mBah Soma sendiri, entah apa sebabnya tidak begitu ngotot mencari keris yang konon bisa membawanya ke kedudukan tinggi atau kekayaan." Mungkin juga karena keris yang sakti tidak bisa begitu saja dipungut sembarang orang. Misalnya seperti keris yang bernama Kyai Cebol yang telah ditemukan Kyai Hasan Duryat almarhum, tidak disimpannya sendiri. Keris tersebut ke musian diserahkan kepada Paku Buwono XI. "Mereka yang ingin sukses dalam kariernya, carilah keris asal Pajajaran", begitu petuah mBah Soma. Tambahnya: "Bagi anak muda, jangan sekali-kali memelihara keris luk 11." Sebab keris yang punya lekukan 11 buah ini, biasanya buatan Majapahit, selalu haus darah segar. Darah muda yang cepat panas tidak baik digandengkan dengan keris yang sifatnya panas pula. Ingin sukses dalam perdagangan seperti Oei Tiong Ham, raja rokok kretek dari Kudus Nitisemito (almarhum) atau Hasyim Ning? "Sebaiknya memiliki keris yang berpamor pitrang blambangan ", kata mBah Soma. Biarpun dia tidak mau menyebut siapa-siapa saudagar besar yang memiliki pitrang blambangan, dengan mantap sekali dia berkata: "Sudah pasti, saudagar yang berhasa selalu mendapat berkah dari parang blambangan yang dimilikinya". Nah, itu sekedar contoh kepercayaan masih ada. *TEMPO online*
Keris di tengah kepulan asap ...
PAKAI sarung batik dan surjan lurik. Di kedua tangan yang telah menipis karena usia yang renta, ada sebilah keris. Dengan sedikit gemetar keris itu, hati-hati sekali, dibawanya ke atas pedupaan. Dan di tengah kepulan asap kemenyan dengan disaksikan sesajen kembang dan jajan pasal diucapkan mantra yang sayup: Wesi tega wes pertiwi, balung tega balung pertiwi, wesi pulosoro, kowe aja ngganggu marang aku, Kowe tak gawe becik, tak gawe bagus. Setelah itu situa tepekur sebentar. Badannya yang bongkok tambah melengkung. Tidak lama kemudian keris dibuka dari sarungnya. Pelan sekalian tetap hati-hati. Sekali lagi keris diasap-asapi. Ujung jari tangan kirinya memegang ujungnya, dan seperti orang menimang bayi, keris digerak-gerakkan sambil bibirnya yang tipis mendesiskan matera-matera lagi. Selesai, sikat kecil yang telah tersedia dicelupkan kedalam minyak, untuk kemudian dipoleskan di tubuh keris. Upacara kecil ini namanya memandikan dan memberi makan keris. Masing-masing keris punya makanan sendiri-sendiri. Bukan beras yang mahal itu Meminyaki keris, artinya memberinya makan", kata mBah Soma, asal Yogya dan punya mata pencaharian merawat keris. Tergantung asai keris itu. Keris yang berasal Majapahit - dan ini yang paling laris dicari orang karena konon sakti -- harus diberi makan dengan minyak tulang macan. Keris Sedayu, dengan minyak wangi. Keris asal Tuban tidak segenit keris Sedayu, karena cukup dipolesi minyak kelapa saja. Pating klutuk. mBah Soma yang sudah 72 tahun umurnya itu juga mengatakan: hampir semua keris pusaka selalu diberi warangan. Artinya racun yang kalau ditancapkan di tubuh manusia tanpa garansi bisa menghilangkan nyawa. Dulu warangan didapat dari tumbuh-tumbuhan, atau bisa ular. Ada pula yang dibuat dari kodok mati yang dibusukkan dan airnya dibuat untuk merendam keris. Di zaman yang serba praktis ini, warangan tidak perlu dicari lagi. Bukan saja jumlah ular berbisa sudah semakin berkurang atau air kodok busuk akan mengganggu kesehatan. "Warangan kini kami ganti dengan arsenik yang bisa dibeli di apotik", kata seorang pamong keris dari kraton Yogya. Walaupun warangan telah dilantik dengan arsenik, tidak berarti perawatan keris juga dipermodern. Sajen tetap harus diberikan. Setiap pasaran yang dianggap hari besar keris tersebut tidak boleh dilewatkan tanapa upacara sesajen. "Juga jangan sembarangan menyimpan keris", kata mBah Soma. Intinya harus ditempat yang bersih dan tidak boleh lebih rendah dari kepala orang berdiri. Lagi pula dua macam keris tidak bisa begitu saja disatukan menyimpannya. Misalnya yang luk (lekukan) 11 jangan dicampur dengan luk 3. Kalau dipaksakan, konon malam hari mereka berkelahi. "Pating klutak dan pating klutuk", tambah mBah Soma. "Besoknya, keris yang sudah saya bersihkan kemarinnya jadi kotor lagi". Dikencingi. Sebegitu jauh, mBah Soma tidak berani melanggar aturan yang telah dianutnya sekian puluh tahun kalau dilanggar, "orang yang merawat keris itu bisa sial, sakit atau kalau kesalahannya cukup besar, bisa nemu ajal", katanya Apakah mBah Soma pernah juga kuwalat oleh keris sakti? "Pernah, ketika saya memperbaiki keris". Tanpa diketahuinya dia telah melewati begitu saja salah satu syarat. Akibatnya, "tangan saya kesemutan dan linu", katanya. Secara pandangan zaman kini, kesemutan mBah Soma bisa disamakan dengan kurang vitamin sedang linu-linunya akibat rematik yang biasa diidap umur tua. Tapi dia tidak pergi ke dokter untuk menyembuhkan tangannya itu. Dengan caranya sendiri dia telah menolak tuah sang keris. Bagaimana? Katanya dengan geli: "Saya pergi kebelakang, lantas tangan saya itu saya kencingi ya terus sembuh". Keris yang dipercaya membawa sakti memang tetap dicari orang. Menurut cerita burung, keberhasilan bekas Presiden Soekarno mengepalai Republik ini sampai 21 tahun, tak lain karena almarhum memiliki beberapa bilah keris sakti. Konon Presiden yang kedua demikian juga. Beberapa waktu yang lalu, ada dikabarkan bahwa orang-orangnya beliau sibuk mencari keris Nagasasra yang asli. Nagasasra yang punya pamor bernama sabuk inten adalah senjata pusaka kerajaan Jenggala. Menurut "file terakhir" dunia perkerisan, Nagasasra dilimpahkan oleh pemiliknya Prabu Lembu Amiluhur kepada puteranya Pangeran Sinopradapa, Itu beratus tahun yang lalu. Di tangan siapa keris tersebut kini, mencarinya akan sama sulitnya dengan mencari jarum yang jatuh di alang-alang. Darah segar. "Keris dicari orang karena keris yang cocok akan membawa tuah dan berkah", kata mBah Soma pula. Tapi mBah Soma sendiri, entah apa sebabnya tidak begitu ngotot mencari keris yang konon bisa membawanya ke kedudukan tinggi atau kekayaan." Mungkin juga karena keris yang sakti tidak bisa begitu saja dipungut sembarang orang. Misalnya seperti keris yang bernama Kyai Cebol yang telah ditemukan Kyai Hasan Duryat almarhum, tidak disimpannya sendiri. Keris tersebut ke musian diserahkan kepada Paku Buwono XI. "Mereka yang ingin sukses dalam kariernya, carilah keris asal Pajajaran", begitu petuah mBah Soma. Tambahnya: "Bagi anak muda, jangan sekali-kali memelihara keris luk 11." Sebab keris yang punya lekukan 11 buah ini, biasanya buatan Majapahit, selalu haus darah segar. Darah muda yang cepat panas tidak baik digandengkan dengan keris yang sifatnya panas pula. Ingin sukses dalam perdagangan seperti Oei Tiong Ham, raja rokok kretek dari Kudus Nitisemito (almarhum) atau Hasyim Ning? "Sebaiknya memiliki keris yang berpamor pitrang blambangan ", kata mBah Soma. Biarpun dia tidak mau menyebut siapa-siapa saudagar besar yang memiliki pitrang blambangan, dengan mantap sekali dia berkata: "Sudah pasti, saudagar yang berhasa selalu mendapat berkah dari parang blambangan yang dimilikinya". Nah, itu sekedar contoh kepercayaan masih ada. *TEMPO online*
Hikayat Keris
1. Keris Empu Gandring
Keris ini tak jelas lurus atau berluk, karya Empu Gandring (13M). Empu Gandring dibunuh oleh Ken Arok, dikarenakan keris pesanannya belum jadi. Menjelang ajal, sang Empu mengutuk jika kelak keris buatannya tersebut akan membunuh sampai 7 turunan, mereka ialah: Empu Gandring, Akuwu Tunggul Ametung (suami Ken Dedes), Ken Arok, Pesuruh Anusapati (anak tiri Ken Arok), Anusapati, dan yang terakhir terbunuh adalah Tohjaya tahun 1428, terluka disaat ada pemberontakan di Istana. Dan keris karya Empu Gandring pada abad 13 itu, sekarang ditanam didalam candi Anusapati alias candi jago, di Tumpang kabupaten Malang - Jawa Timur.
2. Keris Jalak Sumelang Gandring
Prabu Brawijaya II mengutus Empu Supa Mandrangi untuk mencari keris Jalak Sumelang Gandring miliknya yang hilang. Empu Supa Mandrangi menyanggupinya, lalu pergi ke Blambangan dengan berganti nama Empu Pitrang. Karena kepandaiannya sebagai Empu pembuat keris, Sang Adipati Blambangan memesan keris kepada Empu Pitrang sambil membawa contohnya. Ternyata, keris tersebut adalah Jalak Sumelang Gandring milik sang Prabu Brawijaya. Maka Empu Pitrang membuat 2 bilah keris duplikatnya. Setelah selesai, keris pesanan Adipati Ciung Lautan diserahkannya, sedangkan aslinya disembunyikannya. Senang, hati sang Adipati menerima hasil karya Empu Pitrang, sebagai hadiahnya, Adipati Blambangan tersebut menikahkan putrinya dengan Empu Pitrang. Sebenarnya sudah seringkali sang putri Adipati dinikahkan, namun, kesemua suaminya mati secara misterius. Mengetahui adanya peristiwa aneh tersebut, maka dengan segala kesaktiannya Empu Pitrang menyelidiki penyebabnya, akhirnya Empu Pitrang tahu jika dikemaluan sang putri bersembunyi ular "welang". Maka tidak heran jika setiap menyenggamainya selalu mati digigit ular welang. Kemudian Empu Pitrang mengeluarkan ular welang tersebut dan menanamnya dibawah pohon "kara", sebangsa sayuran buncis. Akan tetapi malam harinya ular tersebut sudah tidak ada dan berubah menjadi sebilah keris pusaka berluk 3, yang oleh Empu Pitrang diberi nama keris "karawelang". Sewaktu sang putri hamil, Empu Pitrang pamit pergi ke Kerajaan Majapahit sambil menitipkan pesan, jika kelak anaknya lahir agar diberi nama Jaka Sura. Sesampainya Di Kerajaan Majapahit, Empu Pitrang alias Empu Mandrangi menyerahkan keris pusaka jalak sumelang gandring kepada Prabu Brawijaya, yang telah ditemukannya kembali. Sangat gembira hati Sang Prabu, yang kemudian menganugerahi gelar " Pangeran Sedayu". Ditempat yang lain setelah selang beberapa waktu lamanya, Jaka Sura lahir. Dan diketika beranjak dewasa, Jaka Sura pergi mencari ayahnya Empu Pitrang ke Majapahit. Disepanjang perjalanannya, Jaka Sura membuat keris-keris yang aneh, hanya dipijit-pijit dengan tangan tanpa ditempa, serta ujungnya dilubangi untuk mengkaitkannya dengan tali. Kemudian setiap berjumpa dengan seseorang keris tersebut diberikannya. Akhirnya Jaka Sura berhasil bertemu dengan ayahnya Pangeran Sedayu alias Empu Supa Mandrangi alias Empu Pitrang. Lalu keduanya sama-sama mengabdi di Keraton Majapahit. Berikut ciri khas pusaka buatan Jaka Sura: 1. keris-keris pijitan dan pesinya berlubang. 2. Pedang ampuh, mampu mematahkan pintu. Oleh Prabu Brawijaya diberi nama " Pedang Sang Lawang ".
3. Keris Condong Campur VS Keris Sengkelat
Suatu ketika kerajaan Majapahit tertimpa pageblug dan Empu Supa Mandrangi mendapat perintah Prabu Brawijaya untuk mengatasinya. Dari hasil bersemedi, Empu Supa mengetahui jika pusaka keraton Majapahit yang bernama Condong Campur selalu menganga menginginkan darah manusia. Lalu dengan bahan besi pilihan Empu Supa membuat keris berluk 11 Naga Sasra Sabuk Inten dan keris berluk 13 Sengkelat. Setelah jadi, keduanya ditempatkan satu peti dengan Condong Campur, disitulah Sengkelat berkelahi melawan Condong Campur. Ujung keris condong campur patah, musnah keangkasa raya, sambil mengancam rakyat akan balas dendam jika terlihat Bintang Kemukus disebelah barat. Itulah sebabnya orang Jawa percaya jika ada bintang kemukus dilangit pada malam hari merupakan pertanda adanya wabah penyakit yang menjangkiti rakyat, oleh karenanya untuk menolaknya orangpun membuat sesaji.
4. Tombak Baru Klinthing
Pada masa Kerajaan Pajang, bertapalah seekor ular Naga melingkari puncak gunung merapi. Ki Ageng Pemanahan menerima bisikan ghaib bahwa, bila ular naga itu berhasil melingkarkan dirinya dipuncak merapi, jayalah Kerajaan Pajang dan Suta Wijaya anak Ki Ageng Pemanahan tak bisa menjadi Raja. Ular naga tadi nyaris sampai melingkarkan kepala dan ekornya dan Ki Ageng Pemanahan minta bantuan kepada Ki Ageng Wanabaya di Mangir yang terkenal sakti. Jika berhasil, Ki Ageng Mangir akan diberi separo negeri Pajang. Akhirnya Ki Ageng Mangir mampu mencegah usaha ular naga dengan memotong lidahnya disaat ular naga menjulurkan kepala dengan lidahnya. Lidah Naga tersebut menghilang dan berubah wujud menjadi pusaka sebilah tombak. Ki Ageng Wanabaya Mangir mengambilnya dan diberi nama Tombak Baru Klinthing. Pada gilirannya, Ki Ageng Pemanahan berhasil merebut Pajang dan Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram bergelar "Panembahan Senapati. Tapi, janjinya diingkari, lalu Ki Ageng Wanabaya menjadi pembangkang. Pihak Mataram berupaya menaklukkan Ki Ageng Wanabaya. Dikorbankanlah Sang Putri mahkota Pembayun. Dia dan abdinya menyamar sebagai ledek disekitar daerah Mangir. Terpesonalah Ki Ageng Mangir dengan rombongan kecil ledek pembayun, yang akhirnya diangkat menjadi istri. Pada suatu kesempatan pembayun melaksanakan tugasnya, mengusap tombak pusaka sakti baru klinthing dengan sampur sonder ikat pinggang ledek. Disaat tombak pusaka sudah berkurang kesaktiannya, yang bertepatan pula dengan kehamilan sang putri Pembayun, maka mengakulah bahwa sebenarnya Pembayun adalah putri mahkota anak panembahan senopati. Walaupun dengan berat hati, Ki Ageng Wanabaya melaksanakan permintaan agar sungkem ke mertuanya. Disaat sungkem, Kepalanya ditatapkan kebatu gilang oleh Panembahan Senapati. Seketika itu pula Ki Ageng Wanabaya menemui ajalnya. Jenazahnya yang separo dikebumikan dipemakaman keluarga Raja-raja Mataram, separohnya lagi diluar batas makam kerajaan, suatu simbol separuh musuh separuh anak menantu. Kini pusaka tombak baru klinthing tersimpan di Keraton Mataram Yogyakarta.
Keris ini tak jelas lurus atau berluk, karya Empu Gandring (13M). Empu Gandring dibunuh oleh Ken Arok, dikarenakan keris pesanannya belum jadi. Menjelang ajal, sang Empu mengutuk jika kelak keris buatannya tersebut akan membunuh sampai 7 turunan, mereka ialah: Empu Gandring, Akuwu Tunggul Ametung (suami Ken Dedes), Ken Arok, Pesuruh Anusapati (anak tiri Ken Arok), Anusapati, dan yang terakhir terbunuh adalah Tohjaya tahun 1428, terluka disaat ada pemberontakan di Istana. Dan keris karya Empu Gandring pada abad 13 itu, sekarang ditanam didalam candi Anusapati alias candi jago, di Tumpang kabupaten Malang - Jawa Timur.
2. Keris Jalak Sumelang Gandring
Prabu Brawijaya II mengutus Empu Supa Mandrangi untuk mencari keris Jalak Sumelang Gandring miliknya yang hilang. Empu Supa Mandrangi menyanggupinya, lalu pergi ke Blambangan dengan berganti nama Empu Pitrang. Karena kepandaiannya sebagai Empu pembuat keris, Sang Adipati Blambangan memesan keris kepada Empu Pitrang sambil membawa contohnya. Ternyata, keris tersebut adalah Jalak Sumelang Gandring milik sang Prabu Brawijaya. Maka Empu Pitrang membuat 2 bilah keris duplikatnya. Setelah selesai, keris pesanan Adipati Ciung Lautan diserahkannya, sedangkan aslinya disembunyikannya. Senang, hati sang Adipati menerima hasil karya Empu Pitrang, sebagai hadiahnya, Adipati Blambangan tersebut menikahkan putrinya dengan Empu Pitrang. Sebenarnya sudah seringkali sang putri Adipati dinikahkan, namun, kesemua suaminya mati secara misterius. Mengetahui adanya peristiwa aneh tersebut, maka dengan segala kesaktiannya Empu Pitrang menyelidiki penyebabnya, akhirnya Empu Pitrang tahu jika dikemaluan sang putri bersembunyi ular "welang". Maka tidak heran jika setiap menyenggamainya selalu mati digigit ular welang. Kemudian Empu Pitrang mengeluarkan ular welang tersebut dan menanamnya dibawah pohon "kara", sebangsa sayuran buncis. Akan tetapi malam harinya ular tersebut sudah tidak ada dan berubah menjadi sebilah keris pusaka berluk 3, yang oleh Empu Pitrang diberi nama keris "karawelang". Sewaktu sang putri hamil, Empu Pitrang pamit pergi ke Kerajaan Majapahit sambil menitipkan pesan, jika kelak anaknya lahir agar diberi nama Jaka Sura. Sesampainya Di Kerajaan Majapahit, Empu Pitrang alias Empu Mandrangi menyerahkan keris pusaka jalak sumelang gandring kepada Prabu Brawijaya, yang telah ditemukannya kembali. Sangat gembira hati Sang Prabu, yang kemudian menganugerahi gelar " Pangeran Sedayu". Ditempat yang lain setelah selang beberapa waktu lamanya, Jaka Sura lahir. Dan diketika beranjak dewasa, Jaka Sura pergi mencari ayahnya Empu Pitrang ke Majapahit. Disepanjang perjalanannya, Jaka Sura membuat keris-keris yang aneh, hanya dipijit-pijit dengan tangan tanpa ditempa, serta ujungnya dilubangi untuk mengkaitkannya dengan tali. Kemudian setiap berjumpa dengan seseorang keris tersebut diberikannya. Akhirnya Jaka Sura berhasil bertemu dengan ayahnya Pangeran Sedayu alias Empu Supa Mandrangi alias Empu Pitrang. Lalu keduanya sama-sama mengabdi di Keraton Majapahit. Berikut ciri khas pusaka buatan Jaka Sura: 1. keris-keris pijitan dan pesinya berlubang. 2. Pedang ampuh, mampu mematahkan pintu. Oleh Prabu Brawijaya diberi nama " Pedang Sang Lawang ".
3. Keris Condong Campur VS Keris Sengkelat
Suatu ketika kerajaan Majapahit tertimpa pageblug dan Empu Supa Mandrangi mendapat perintah Prabu Brawijaya untuk mengatasinya. Dari hasil bersemedi, Empu Supa mengetahui jika pusaka keraton Majapahit yang bernama Condong Campur selalu menganga menginginkan darah manusia. Lalu dengan bahan besi pilihan Empu Supa membuat keris berluk 11 Naga Sasra Sabuk Inten dan keris berluk 13 Sengkelat. Setelah jadi, keduanya ditempatkan satu peti dengan Condong Campur, disitulah Sengkelat berkelahi melawan Condong Campur. Ujung keris condong campur patah, musnah keangkasa raya, sambil mengancam rakyat akan balas dendam jika terlihat Bintang Kemukus disebelah barat. Itulah sebabnya orang Jawa percaya jika ada bintang kemukus dilangit pada malam hari merupakan pertanda adanya wabah penyakit yang menjangkiti rakyat, oleh karenanya untuk menolaknya orangpun membuat sesaji.
4. Tombak Baru Klinthing
Pada masa Kerajaan Pajang, bertapalah seekor ular Naga melingkari puncak gunung merapi. Ki Ageng Pemanahan menerima bisikan ghaib bahwa, bila ular naga itu berhasil melingkarkan dirinya dipuncak merapi, jayalah Kerajaan Pajang dan Suta Wijaya anak Ki Ageng Pemanahan tak bisa menjadi Raja. Ular naga tadi nyaris sampai melingkarkan kepala dan ekornya dan Ki Ageng Pemanahan minta bantuan kepada Ki Ageng Wanabaya di Mangir yang terkenal sakti. Jika berhasil, Ki Ageng Mangir akan diberi separo negeri Pajang. Akhirnya Ki Ageng Mangir mampu mencegah usaha ular naga dengan memotong lidahnya disaat ular naga menjulurkan kepala dengan lidahnya. Lidah Naga tersebut menghilang dan berubah wujud menjadi pusaka sebilah tombak. Ki Ageng Wanabaya Mangir mengambilnya dan diberi nama Tombak Baru Klinthing. Pada gilirannya, Ki Ageng Pemanahan berhasil merebut Pajang dan Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram bergelar "Panembahan Senapati. Tapi, janjinya diingkari, lalu Ki Ageng Wanabaya menjadi pembangkang. Pihak Mataram berupaya menaklukkan Ki Ageng Wanabaya. Dikorbankanlah Sang Putri mahkota Pembayun. Dia dan abdinya menyamar sebagai ledek disekitar daerah Mangir. Terpesonalah Ki Ageng Mangir dengan rombongan kecil ledek pembayun, yang akhirnya diangkat menjadi istri. Pada suatu kesempatan pembayun melaksanakan tugasnya, mengusap tombak pusaka sakti baru klinthing dengan sampur sonder ikat pinggang ledek. Disaat tombak pusaka sudah berkurang kesaktiannya, yang bertepatan pula dengan kehamilan sang putri Pembayun, maka mengakulah bahwa sebenarnya Pembayun adalah putri mahkota anak panembahan senopati. Walaupun dengan berat hati, Ki Ageng Wanabaya melaksanakan permintaan agar sungkem ke mertuanya. Disaat sungkem, Kepalanya ditatapkan kebatu gilang oleh Panembahan Senapati. Seketika itu pula Ki Ageng Wanabaya menemui ajalnya. Jenazahnya yang separo dikebumikan dipemakaman keluarga Raja-raja Mataram, separohnya lagi diluar batas makam kerajaan, suatu simbol separuh musuh separuh anak menantu. Kini pusaka tombak baru klinthing tersimpan di Keraton Mataram Yogyakarta.
Misteri Keris Mpu Gandring
Mpu Gandring sang pembuat keris yang terkenal itu, berasal dari desa Lulumbang. Ia merupakan sahabat dari Bango Samparan ,ayah angkat Ken Arok. Dikisahkan dalam Pararaton bahwa Ken Arok berniat mencari senjata ampuh untuk membunuh majikannya, yaitu Tunggul Ametung akuwu Tumapel. Ia ingin memiliki sebilah keris yang dapat membunuh hanya sekali tusuk. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada Mpu Gandring. Untuk mewujudkan pesanan Ken Arok, Mpu Gandring meminta waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Ia berjanji akan datang lagi setelah lima bulan.
Lima bulan kemudian, Ken Arok benar-benar datang menemui Mpu Gandring. Ia marah melihat keris pesanannya baru setengah jadi. Karena marah, keris itu direbut dan digunakan untuk menikam dada Mpu Gandring. Meskipun belum sempurna, namun keris itu mampu membelah lumpang batu milik Mpu Gandring. Mpu Gandring pun tewas terkena keris buatannya sendiri. Namun ia sempat mengutuk kelak keris tersebut akan merenggut nyawa tujuh keturunan Ken Arok, termasuk Ken Arok sendiri. Ken Arok kembali ke Tumapel untuk membunuh dan merebut kedudukan Tunggul Ametung
mpu gandringKeris Mpu Gandring adalah senjata pusaka yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singhasari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, ken Arok. Keris ini dibuat oleh seorang pandai besi yang dikenal sangat sakti yang bernama Mpu Gandring, atas pesanan Ken Arok, salah seorang tokoh penyamun yang menurut seorang brahmanabernama Lohgawe adalah titisan wisnu. Ken Arok memesan keris ini kepada Mpu Gandring dengan waktu satu malam saja, yang merupakan pekerjaan hampir mustahil dilakukan oleh para “mpu” (gelar bagi seorang pandai logam yang sangat sakti) pada masa itu. Namun Mpu Gandring menyanggupinya dengan kekuatan gaib yang dimilikinya. Bahkan kekuatan tadi “ditransfer” kedalam keris buatannya itu untuk menambah kemampuan dan kesaktian keris tersebut.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan haris diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya). Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singhasari yakni :
Terbunuhnya Tunggul Ametung
Tunggul Ametung, kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singhasari) yang saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang saat itu diperintah oleh Kertajaya yang bergelar “Dandang Gendis” (raja terakhir kerajaan ini). Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes. Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa “barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia”.
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa-bawanya kemana mana untuk menarik perhatian umum. Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah sebagai siasat agar nanti yang dituduh oleh publik Tumapel adalah Kebo Ijo dalam kasus pembunuhan yang dirancang sendiri oleh Ken Arok. Siasatnya berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung. Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Terbunuhnya Ken Arok
ken_arok
Illustrasi Ken Arok
Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri. Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari. Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan ayah Tunggul Ametung. Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas. Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan.
Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya. Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal. Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang. Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai “eksekutor” terhadap Ken Arok. Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu.
Terbunuhnya Anusapati
Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, namun tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas. Tohjaya mengadakan acara Sabung Ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring tersebut dan langsung membunuhnya di tempat. Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati.
Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal. Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari. Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya. Keris Mpu Gandring ini menurut beberapa sumber spritual sebenarnya tidak hilang. Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya. Pada bagian ini tak hendak membahas masalah itu. Pada bagian ini hendak mengajak para pembaca untuk sejenak menganalisa “keampuahan” atau “tuah” dari keris itu maupun pembuatnya (Mpu Gandring).
Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok. Sekarang marilah kita hitung. Dalam sejarah ataupun legenda yang kita ketahui, ternyata hanya ada 7 (tujuh) orang yang terbunuh oleh Keris Mpu Gandring, dimana keturunan Ken Arok yang terbunuh hanyalah Tohjaya
1. Mpu Gandring, Sang Pembuat Keris.
2. Kebo Ijo, rekan Ken Arok.
3. Tunggul Ametung, Penguasa Tumapel pada saat itu.
4. Ken Arok, Pendiri Kerajaan Singasari.
5. Ki Pengalasan, pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok
6. Anusapati, Anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok.
7. Tohjaya, Anak Ken Arok dengan Ken Umang.
Lima bulan kemudian, Ken Arok benar-benar datang menemui Mpu Gandring. Ia marah melihat keris pesanannya baru setengah jadi. Karena marah, keris itu direbut dan digunakan untuk menikam dada Mpu Gandring. Meskipun belum sempurna, namun keris itu mampu membelah lumpang batu milik Mpu Gandring. Mpu Gandring pun tewas terkena keris buatannya sendiri. Namun ia sempat mengutuk kelak keris tersebut akan merenggut nyawa tujuh keturunan Ken Arok, termasuk Ken Arok sendiri. Ken Arok kembali ke Tumapel untuk membunuh dan merebut kedudukan Tunggul Ametung
mpu gandringKeris Mpu Gandring adalah senjata pusaka yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singhasari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, ken Arok. Keris ini dibuat oleh seorang pandai besi yang dikenal sangat sakti yang bernama Mpu Gandring, atas pesanan Ken Arok, salah seorang tokoh penyamun yang menurut seorang brahmanabernama Lohgawe adalah titisan wisnu. Ken Arok memesan keris ini kepada Mpu Gandring dengan waktu satu malam saja, yang merupakan pekerjaan hampir mustahil dilakukan oleh para “mpu” (gelar bagi seorang pandai logam yang sangat sakti) pada masa itu. Namun Mpu Gandring menyanggupinya dengan kekuatan gaib yang dimilikinya. Bahkan kekuatan tadi “ditransfer” kedalam keris buatannya itu untuk menambah kemampuan dan kesaktian keris tersebut.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan haris diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya). Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singhasari yakni :
Terbunuhnya Tunggul Ametung
Tunggul Ametung, kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singhasari) yang saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang saat itu diperintah oleh Kertajaya yang bergelar “Dandang Gendis” (raja terakhir kerajaan ini). Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes. Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa “barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia”.
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa-bawanya kemana mana untuk menarik perhatian umum. Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah sebagai siasat agar nanti yang dituduh oleh publik Tumapel adalah Kebo Ijo dalam kasus pembunuhan yang dirancang sendiri oleh Ken Arok. Siasatnya berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung. Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Terbunuhnya Ken Arok
ken_arok
Illustrasi Ken Arok
Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri. Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari. Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan ayah Tunggul Ametung. Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas. Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan.
Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya. Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal. Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang. Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai “eksekutor” terhadap Ken Arok. Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu.
Terbunuhnya Anusapati
Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, namun tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas. Tohjaya mengadakan acara Sabung Ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring tersebut dan langsung membunuhnya di tempat. Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati.
Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal. Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari. Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya. Keris Mpu Gandring ini menurut beberapa sumber spritual sebenarnya tidak hilang. Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya. Pada bagian ini tak hendak membahas masalah itu. Pada bagian ini hendak mengajak para pembaca untuk sejenak menganalisa “keampuahan” atau “tuah” dari keris itu maupun pembuatnya (Mpu Gandring).
Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok. Sekarang marilah kita hitung. Dalam sejarah ataupun legenda yang kita ketahui, ternyata hanya ada 7 (tujuh) orang yang terbunuh oleh Keris Mpu Gandring, dimana keturunan Ken Arok yang terbunuh hanyalah Tohjaya
1. Mpu Gandring, Sang Pembuat Keris.
2. Kebo Ijo, rekan Ken Arok.
3. Tunggul Ametung, Penguasa Tumapel pada saat itu.
4. Ken Arok, Pendiri Kerajaan Singasari.
5. Ki Pengalasan, pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok
6. Anusapati, Anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok.
7. Tohjaya, Anak Ken Arok dengan Ken Umang.
Ratusan Benda Pusaka Dipamerkan
Salah satu pengunjung mengamati keris dan tombak, yang dipamerkan
BANGKALAN – Ratusan koleksi benda pusaka dipamerkan secara khusus di pelataran Museum Cakraningrat, Jalan Soekarno-Hatta Bangkalan.
Praktis, pameran yang melibatkan puluhan kolektor benda pusaka tersebut, menyedot perhatian warga yang berasal dari beberapa golongan.
Dalam pameran tersebut, terdapat beberapa jenis keris yang mendapat perhatian khusus dari para pencinta benda pusaka, di antara koleksi keris Nogo Bayu, Nogo Sosro dan Ki Tunggal Panto. Masing-masing keris, dipercaya memiliki keunggulan tersendiri bila dipakai oleh pemiliknya.
“Kalau keris ini (Ki Tunggal Panto), bisa membuat laki-laki perkasa saat berhubungan seks. Caranya, taruh saja di bawah bantal, sebelum melakukan hubungan suami istri,” ujar A Hamit TN, salah satu kolektor benda pusaka asal Kecamatan Kota Bangkalan, Senin (11/1/2010).
Hamit yang memamerkan sekitar 20 benda pusaka, juga mempunyai keris yang bisa dibuat untuk mengobati berbagai penyakit, mulai dari asam urat hingga darah tinggi. Cuma, dia mengaku ada syarat-syarat tertentu yang harus dilakukan, sebelum menjalani proses pengobatan dengan media dari keris.
Sayang, para kolektor benda pusaka yang ikut dalam pameran tersebut, termasuk Hamit sendiri tidak berkenan untuk menjual benda jenis keris dan tombak. Sebaliknya, para pengunjung hanya sebatas bisa untuk melihat, memegang, dan bertanya tentang keunggulan dari pusaka kuno tersebut.
“Ini hanya untuk dipamerkan saja, tidak untuk dijual. Saya sendiri juga tidak mau menjualnya,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu panitia pameran benda pusaka, Dinas Pariwisata Bangkalan Hasan menyatakan pameran tersebut sebagai ajang untuk menunjukkan jati diri bangsa, termasuk dalam rangka memelihara benda pusaka peninggalan nenek moyang.
(Subairi/Koran SI/ram)
Tips Menjinakkan Kekuatan Jahat dalam Benda Pusaka
PusakaPusaka Isi atau tuah yang berada dalam benda pusaka akan muncul dengan warna aura atau cahaya menyelubungi sekitar benda. Warna-warna muncul biasanya adalah merah (jelek), hijau (baik), putih (baik dan jelek), dan kuning (baik). Jika menampilkan warna aura yang menyolok mata, maka kemungkinan benda tersebut mempunyai penunggu yang mempunyai kekuatan jahat.
Untuk menjinakkan kekuatan jahat yang berada dalam benda pusaka dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Benda digantung di tembok atau sejenisnya, kemudian dalam keadaan memandang benda pusaka tersebut dari jarak yang tidak terlalu jauh. Cahaya yang akan muncul dari benda pusaka bila merah maka benda tersebut mempunyai sifat yang kasar. Dengan mangadu kekuatan pandangan dengan kekuatan yang ada dalam benda tersebut maka akan memudarkan kekuatan jahat yang berada dalam benda tersebut. Mengadu pandangan dilakukan pada sesaat setelah tengah malam. Cara ini disebut nayuh kekuatan yang berada dalam benda.
Memberikan kayu atau jenis benda bertuah alam yang mempunyai sifat redam. Baiknya kayu atau benda serupa merupakan benda yang benar-benar alami dan belum pernah diisi. Kayu atau benda lain yang mempunyai fungsi dapat meredam kekuatan jahat (panas) dibuat sebagai tempat atau dijadikan bagian dari benda bertuah.
Meredam dalam air sirih, temulawak, dan beberapa kunyit putih setiap tengah malam dan hal ini jika dilakukan tanpa pengawas ahli spiritual, maka bisa terjadi kekuatan jahat dalam benda pusaka akan masuk kedalam orang yang melakukan atau orang terdekatnya.
Mengeluarkan isi yang ada dalam benda pusaka. Setelah isi yang berada dalam benda pusaka dipindah, maka dilakukan pengujian. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh spiritual yang telah mumpuni dan berpengalaman.
Pada benda pusaka dililitkan kawat emas 22-24 karat. Jika memungkinkan maka benda bertuah tersebut diberi hiasan emas. Sebesar apapun emas yang menempel pada benda bertuah akan meredam kekuatan jahat yang ada di dalam benda. Sebelum melakukan hal ini maka hendaknya membersihkan diri dengan berpuasa terlebih dahulu.
Diikat dengan benang putih (lawe atau tali dari kain putih) dengan posisi menyilang. Mengikat benda dengan kuat dan pada pesilangan ikatan ditetesi dengan minyak wangi. Benda kemudian diletakkan ditanah selama 3 hari 3 malam. Setelah itu kemudian ikatan dilepaskan dan benda disimpan dengan kain pembungkus tadi.
Meredan benda dalam air leri (cucian beras) yang telah diberikan tumbukan bengle. Bengle diyakini dapat menghilangkan sawan yang berada dalam benda . (Sawan : kekuatan hitam yang jahat).
Jika aura putih yang muncul dari kekuatan benda bertuah, belum berarti benda itu baik. Tetapi ada kalanya aura tersebut adalah pemunculan penunggu yang berada dalam benda berupa pocong atau sejenisnya. Maka banda tersebut tentunya mempunyai sifat yang jelek. Untuk dapat menghilangkan sifat dari isi benda yang jelek maka untuk meredam kekuatannya dapat dilakukan dengan cara seperti di atas. Untuk mempraktekkan hal-hal di atas, waktu melakukannya setelah jam melewati jam 12 malam dan sebelum jam 3 pagi.
Sumber : Metro gaib
Untuk menjinakkan kekuatan jahat yang berada dalam benda pusaka dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Benda digantung di tembok atau sejenisnya, kemudian dalam keadaan memandang benda pusaka tersebut dari jarak yang tidak terlalu jauh. Cahaya yang akan muncul dari benda pusaka bila merah maka benda tersebut mempunyai sifat yang kasar. Dengan mangadu kekuatan pandangan dengan kekuatan yang ada dalam benda tersebut maka akan memudarkan kekuatan jahat yang berada dalam benda tersebut. Mengadu pandangan dilakukan pada sesaat setelah tengah malam. Cara ini disebut nayuh kekuatan yang berada dalam benda.
Memberikan kayu atau jenis benda bertuah alam yang mempunyai sifat redam. Baiknya kayu atau benda serupa merupakan benda yang benar-benar alami dan belum pernah diisi. Kayu atau benda lain yang mempunyai fungsi dapat meredam kekuatan jahat (panas) dibuat sebagai tempat atau dijadikan bagian dari benda bertuah.
Meredam dalam air sirih, temulawak, dan beberapa kunyit putih setiap tengah malam dan hal ini jika dilakukan tanpa pengawas ahli spiritual, maka bisa terjadi kekuatan jahat dalam benda pusaka akan masuk kedalam orang yang melakukan atau orang terdekatnya.
Mengeluarkan isi yang ada dalam benda pusaka. Setelah isi yang berada dalam benda pusaka dipindah, maka dilakukan pengujian. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh spiritual yang telah mumpuni dan berpengalaman.
Pada benda pusaka dililitkan kawat emas 22-24 karat. Jika memungkinkan maka benda bertuah tersebut diberi hiasan emas. Sebesar apapun emas yang menempel pada benda bertuah akan meredam kekuatan jahat yang ada di dalam benda. Sebelum melakukan hal ini maka hendaknya membersihkan diri dengan berpuasa terlebih dahulu.
Diikat dengan benang putih (lawe atau tali dari kain putih) dengan posisi menyilang. Mengikat benda dengan kuat dan pada pesilangan ikatan ditetesi dengan minyak wangi. Benda kemudian diletakkan ditanah selama 3 hari 3 malam. Setelah itu kemudian ikatan dilepaskan dan benda disimpan dengan kain pembungkus tadi.
Meredan benda dalam air leri (cucian beras) yang telah diberikan tumbukan bengle. Bengle diyakini dapat menghilangkan sawan yang berada dalam benda . (Sawan : kekuatan hitam yang jahat).
Jika aura putih yang muncul dari kekuatan benda bertuah, belum berarti benda itu baik. Tetapi ada kalanya aura tersebut adalah pemunculan penunggu yang berada dalam benda berupa pocong atau sejenisnya. Maka banda tersebut tentunya mempunyai sifat yang jelek. Untuk dapat menghilangkan sifat dari isi benda yang jelek maka untuk meredam kekuatannya dapat dilakukan dengan cara seperti di atas. Untuk mempraktekkan hal-hal di atas, waktu melakukannya setelah jam melewati jam 12 malam dan sebelum jam 3 pagi.
Sumber : Metro gaib
Benda Pusaka Peninggalan Bung Karno
Sebilah pusaka besar maknanya bagi Ir. Soekarno. Kecintaannya pada warisan leluhuritu, terlihat dari banyaknya tosan aji yang dimiliki. Salah satu pusaka sakti miliknya, didapat dari Gunung Nabi di Papua saat berkecamuk Perang Dunia (PD II).
ROKLAMATOR RI ini kabarnya memiliki ratusan pusaka. Padahal, putra sang fajar tersebut, dikenal sebagai sosok pria yang rasional dan bervisi jauh ke depan. Kendati demikian, sejarah kehidupannya, ternyata tidak lepas dengan hal-hal yang bersifat spiritual budaya, seperti keris, tombak, dan pusaka lain.
Sadar koleksinya bisa raib, atau lantaran rasa sukanya pada pusaka yang teramat tinggi, beberapa benda pusaka lalu diboyong ke istana.
Selanjutnya, dibuatkan tempat khusus dan dikelola oleh sebuah yayasan.
Adapun yang kedapuk mengurus benda-benda pusaka itu adalah Guruh Soekarnoputra, sebagai Ketua Yayasan Bung Karno yang berdiri sejak 1978. Bagi alumni Fakultas Arkeologi Universiteit van Amsterdam, Belanda ini, merawat pusaka ayahandanya jadi amat mengasyikkan.
Pimpinan Sanggar Tari Swara Mahardika ini pada suatu kesempatan pernah berujar bahwa benda-benda pusaka itu didapat dari leluhur, istana, dan keluarga. Istana yarig dimaksud adalah Istana Merdeka, Istana Bogor, Batutulis, dan lain-lain.
Bentuk pusaka-pusaka itu beragam. Ada keris, tombak, tongkat komando, dan sebagainya. Pusaka Bung Karno kebanyakan berasal dari jalur ayah, kakek moyang yang kebetulan berdarah Majapahit.
Sementara dari nenek atau ibu berasal dari keturunan Raja Buleleng. Dengan begitu ada juga yang berasal dari Singosari. Pusaka itu dikumpulkan sejak Bung Karno masih muda hingga jadi presiden dan sesudahnya. Jumlahnya masih terus diinventarisasi.
Sebab, pusaka itu ada beberapa yang masih di istana dan di keluarga, belum pernah dipanierkan pula. Belum termasuk cindera niata dari negara-negara lain, seperti batu giok dari Cina, pedagang Samurai dari Jepang, dan lainnya. Hingga sekarang, baru sepersepuluh benda peninggalan Bung Karno yang pernah dipamerkan. Keluarga Bung Karno merasa tidak heran bila ada beberapa pihak mengaku memiliki 'tongkat komando' Bung Karno. Sebab, segala sesuatu yang berhubungan dengan Bung Karno, selalu menjadi fenomena menarik. Tidak hanya di dalani negeri, tapi juga di luar negeri. "Kalau : ada yang mengklaim punya,: pusaka Bung Karno asli, itu urusan mereka. Apa pun klaim di luaran, itu terserah mereka," papar Guruh pada sebuah media ibu kota.
Di Keluarga dan Istana
Bung Karno memang punya berbagai model tongkat komando. Tetapi yang paling sering dibawanya pada acara-acara kenegaraan, hanya satu atau dua. Adapun yang paling sering dibawa itu, tak lain sebilah tongkat dan juga keris yang ada di ruang hening.
Lantaran seringnya membawa tongkat saat bepergian, pada akhirnya memunculkan polemik di masyarakat. Tak sedikit warga masyarakat mengaku, memiliki pusaka Bung Karno. Mensikapi polemik tersebut, pihak keluarga tak ingin terpancing. Karena itu, jika ada orang yang mengaku memiliki tongkat atau keris Bung Karno, terlebih dulu harus dibuktikan keasliannya.
Ditegaskannya bahwa pusaka Bung Karno semua ada di keluarga dan di istana. Kalau ada keluarga tertentu merasa mempunyai pusaka, ada proses lanjut apakah bisa dibuktikan kebenarannya atau tidak.
Sejarah mencatat.pada dekade 1942 Bung Karno pernah berada di Babo, Papua. Wilayah ini punya arti dan nilai historis tinggi berkaitan erat dengan 'Keris Pusaka' yang diperoleh Bung Karno dari Gunung Nabi melalui Kaliopes Cosmos Werbete. Dia salah seorang pelaku sejarah setempat. Kepada wartawan dirinya pernah berkisah bahwa Bung Karno berada di Babo ketika Perang Duma (PD) II niasih berkecamuk. Tokoh yang kemudian menjadi salah satu Proklamator RI itu, jelasnya menjadi incaran tentara Jepang untuk dibunuh.
Guna menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, Bung Karno dilarikan dari Babo ke Kampung Refideso oleh Cosmos Werbete, kemudian menuju Gunung Nabi."Di Gunung keramat itulah Bung Karno diberi keris wasiat,"ungkap Keliopes kepada wartawan ibu kota. Setelah membawa keris tersebut, Bung Karno berhasil meloloskan diri dari percobaan pembunuhan.
Tapi pada ujungnya, bersama Cosmos Werbete pemilik keris tersebut, Bung Karno diasingkan Belanda.
Digembleng Tokoh Kuno
Jiwa Jawi Bung Karno merupakan cerminan semangat hidup yang mengedepankan keutamaan. Menghargai hidup dan kehidupan. Baginya, hidup adalah memberikan bukti kebaikan dan karena itu semasa remaja dirinya gemar laku prihatin. Semua itu dilakukan untuk membentuk jiwa jawinya supaya sekokoh baja.
Konon, kegemaran laku ini berawal dari beberapa guru spiritualnya dari Jogjakarta yang tak diketahui siapa, sejatinya nama dari sang guru spiritual tersebut. Sebab, dalam dunia spiritual ada pantangan untuk tidak menyebut nama. Ada kisah nyalawadi sebelum Kusno lahir. Kala itu, Keraton Jogjakarta kehilangan sebilah pusaka sakti. Tiba-tiba entah dari niana asalnya, di lingkungan keraton muncul isu bahwa pusaka yang hilang tersebut bersemayam di rahim ibunda Bung Karno. Lalu lewat peristiwa gaib setelah Kusno lahir, langsung diangkat jadi murid tokoh trah Keraton Jogjakarta.
Sumber: Matabumi.com
Benda Pusaka Dalam Pandangan Syari’at
Assalamu’alaikum
kami dari radio madufm ada salah satu pendengar yang mengirimkan sms dan bertanya ustad saya mau bertanya bagaimana sesorang itu menyimpan , mempunyai barang barang pusaka yang mempunyai kekuatan ghaif atau khodam ? boleh apa tidak . karena saya pernah cuma membaca hikayat nabi musa yang juga mempunyai tongkat dalam arti kan juga menyimpan tonkat ( sesuatu yang mempunyai kekuatan ghaib meskipun itu semua kekuatan dari Allah ?
wassaalam http://www.radiomadufm.com
FORSAN SALAF menjawab :
waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh
Semua benda ataupun benda pusaka baik berupa tongkat, keris, tombak dll pada dasarnya tidaklah memiliki suatu kekuatan apapun, karena sumber segala kekuatan itu dari Allah semata. Jadi tidaklah benar pendapat yang mengatakan bahwa benda pusaka memiliki kekuatan atau berpengaruh terhadap sesuatu.
Adapun tongkat Nabi Musa yang bisa membelah lautan, memunculkan mata air dari batu pada dasarnya semua itu untuk menunjukkan kekuasaan Allah dan sebagai mu’jizat dari Allah untuk mengukuhkan kenabian Nabi Musa [1] , sebagaimana dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair. Allah SWT mengkisahkan tentang Nabi Musa dengan tongkatnya di dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ; 60 :
وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
Artinya : “ dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya lalu Kami berfirman “ pukullah batu itu dengan tongkatmu” lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air, sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing), makan dan minumlah rizqi (yang diberikan) Allah. Dan janganlah kamu berkeliaran dimuka bumi dengan berbuat kerusakan” (QS al BAqarah ; 60)
Pada kisah Nabi Musa dengan tongkatnya, Allah tidak langsung mengeluarkan mata air dari batu padahal Allah mampu untuk melakukannya tapi Allah memerintahkan terlebih duhulu kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya ke batu. Hal ini mengandung suatu hikmah yaitu ikhtiar yang lazim dilakukan manusia walaupun seorang nabi sekalipun. Perintah Allah kepada Nabi Musa adalah sebagai suatu pelajaran bagi Nabi Musa untuk berusaha walaupun dengan usaha yang mudah. [2]
Hukum menggunakan atau menyimpan benda pusaka sebagai berikut :
1.
HARAM dan berakibat KUFUR, jika meyakini bahwa benda pusaka itu memiliki kekuatan sendiri yang berpengaruh terhadap sesuatu yang lain bukan dari Allah.
2.
HARAM tapi tidak kufur, pelakunya dihukumi FASIQ, jika meyakini benda pusaka itu memiliki kekuatan dan berpengaruh terhadap benda lain tapi masih meyakini semuanya dari Allah.
3.
BOLEH, jika meyakini segala kekuatan hakikatnya dari Allah semata.[3]
Inti dari hukum benda pusaka didasarkan pada keyakinan kita dalam menilai benda tersebut.
Sedangkan bagi orang yang meyakini adanya jin didalam benda pusaka tersebut, kemudian meminta bantuan jin yang ada didalamnya ( استخدام الجان ) dengan terlebih dahulu melakukan ritual seperti pembakaran dupa dan pembacaan mantra, maka bisa berakibat kekufuran jika meyakini dengan ritual tersebut jin yang ada didalamnya bisa tunduk dan mau melakukan segala kehendaknya. [4]
[1] تفسير البغوي – (ج 1 / ص 100)
وقال سعيد بن جبير: هو الحجر الذي وضع موسى ثوبه عليه ليغتسل ففر بثوبه ومر به على ملأ من بني إسرائيل حين رموه بالأدرة فلما وقف أتاه جبرائيل فقال: إن الله تعالى يقول: ارفع هذا الحجر فلي فيه قدرة، ولك فيه معجزة، فرفعه ووضعه في مخلاته،
[2] تفسير الرازي – (ج 2 / ص 126(
المسألة الرابعة؛ الفاء في قوله : { فانفجرت } متعلقة بمحذوف أي فضرب فانفجرت أو فإن ضربت فقد انفجرت . بقي هنا سؤالات :
السؤال الأول : هل يجوز أن يأمره الله تعالى بأن يضرب بعصاه الحجر فينفجر من غير ضرب حتى يستغني عن تقدير هذا المحذوف؟ الجواب : لا يمتنع في القدرة أن يأمره الله تعالى بأن يضرب بعصاه الحجر ومن قبل أن يضرب ينفجر على قدر الحاجة لأن ذلك لو قيل إنه أبلغ في قيل : إنه أبلغ في الإعجاز لكان أقرب ، لكن الصحيح أنه ضرب فانفجرت لأنه تعالى لو أمر رسوله بشيء ، ثم إن الرسول لا يفعله لصار الرسول عاصياً ، ولأنه إذا انفجر من غير ضرب صار الأمر بالضرب بالعصا عبثاً ، كأنه لا معنى له ولأن المروي في الأخبار أن تقديره : فضرب فانفجرت كما في قوله تعالى : { فانفلق } [ الشعراء : 63 ] من أن المراد فضرب فانفلق .
[3] الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج 3 / ص 70)
باب صلاة الاستسقاء ( وسئل ) رضي الله عنه ما قول من يقول بسعد المنازل وبحسنها وما يكون جواب من يسأل عن يوم كذا يصلح لنقلة أو تزويج ؟ ( فأجاب ) بقوله : من أضاف التأثير إلى المنازل أو الكواكب أو البروج أو الأيام أو نحو ذلك فإن أراد أن ذلك من حيث إن الله أجرى عادته الإلهية بوقوع ذلك الأمر عند ذلك الشيء لم يحرم عليه بل يكره له ذلك وإن أراد أن نحو المنزل أو الكوكب مؤثر بنفسه كفر وأصل ذلك ما قاله الأئمة فيمن يقول مطرنا بنوء كذا فعلم أن من سئل عن يوم يصلح لنحو نقلة . ينبغي أن لا يجيب بشيء من حيث اليوم بل يأمر بالاستخارة والفعل بعدها إن انشرح له الصدر لأن هذا هو السنة وخلاف المألوف من الجهلة المشتغلين بما لا يحل من علم الرمل وأمثاله هو البدعة القبيحة المحرمة .
غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد / 206
(مسئلة) اذا سأل رجل آخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج الى جواب لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه اذا كان المنجم يقول ويعتقد انه لا يؤثر الا الله ولكن اجرى العادة بأنه يقع كذا عند كذا والمؤثر هو الله عز وجل فهذا عندي لا بأس به وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات، وافتى الزملكاني بالتحريم مطلقا وافتى ابن الصلاح بتحريم الضرب بالرملي وبالحصاة ونحوها قال حسين الأهدال : وما يوجد من التعاليق في الكتب من ذلك فمن حرافات بعض المنجمين والمتحذلقين وترهاتهم لا يحل اعتقاد ذلك وهو من الإستقسام بالأزلام زمن جملة الطيرة المنهي عنها وقذ نهى عنه علي وابن عباس رضي الله عنهما
[4] سبعة كتب المفيدة / 17
(والإستخدامات) اما بالكواكب او بالجان ويعض الألفاظ التي يخاطب بها الكواكب منها ما هو كفر صريح كمناداة بلفظ الإلهية : ويزعم اهل هذا العلم انه اذا تكلم بتلك الكلمات مع البخور على هيئة المشروطة كانت روحانية تلك الكواكب مطيعة له متى اراد شيئا فعلته له على زعمهم وكذلك القول في ملوك الجان على زعمهم والغالب على المشتغل بالإستخدام لمن ذكر كفر والعياذ بالله فلا يشتغل به مفلح ولا سديد النظر وافر العقل
kami dari radio madufm ada salah satu pendengar yang mengirimkan sms dan bertanya ustad saya mau bertanya bagaimana sesorang itu menyimpan , mempunyai barang barang pusaka yang mempunyai kekuatan ghaif atau khodam ? boleh apa tidak . karena saya pernah cuma membaca hikayat nabi musa yang juga mempunyai tongkat dalam arti kan juga menyimpan tonkat ( sesuatu yang mempunyai kekuatan ghaib meskipun itu semua kekuatan dari Allah ?
wassaalam http://www.radiomadufm.com
FORSAN SALAF menjawab :
waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh
Semua benda ataupun benda pusaka baik berupa tongkat, keris, tombak dll pada dasarnya tidaklah memiliki suatu kekuatan apapun, karena sumber segala kekuatan itu dari Allah semata. Jadi tidaklah benar pendapat yang mengatakan bahwa benda pusaka memiliki kekuatan atau berpengaruh terhadap sesuatu.
Adapun tongkat Nabi Musa yang bisa membelah lautan, memunculkan mata air dari batu pada dasarnya semua itu untuk menunjukkan kekuasaan Allah dan sebagai mu’jizat dari Allah untuk mengukuhkan kenabian Nabi Musa [1] , sebagaimana dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair. Allah SWT mengkisahkan tentang Nabi Musa dengan tongkatnya di dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ; 60 :
وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
Artinya : “ dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya lalu Kami berfirman “ pukullah batu itu dengan tongkatmu” lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air, sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing), makan dan minumlah rizqi (yang diberikan) Allah. Dan janganlah kamu berkeliaran dimuka bumi dengan berbuat kerusakan” (QS al BAqarah ; 60)
Pada kisah Nabi Musa dengan tongkatnya, Allah tidak langsung mengeluarkan mata air dari batu padahal Allah mampu untuk melakukannya tapi Allah memerintahkan terlebih duhulu kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya ke batu. Hal ini mengandung suatu hikmah yaitu ikhtiar yang lazim dilakukan manusia walaupun seorang nabi sekalipun. Perintah Allah kepada Nabi Musa adalah sebagai suatu pelajaran bagi Nabi Musa untuk berusaha walaupun dengan usaha yang mudah. [2]
Hukum menggunakan atau menyimpan benda pusaka sebagai berikut :
1.
HARAM dan berakibat KUFUR, jika meyakini bahwa benda pusaka itu memiliki kekuatan sendiri yang berpengaruh terhadap sesuatu yang lain bukan dari Allah.
2.
HARAM tapi tidak kufur, pelakunya dihukumi FASIQ, jika meyakini benda pusaka itu memiliki kekuatan dan berpengaruh terhadap benda lain tapi masih meyakini semuanya dari Allah.
3.
BOLEH, jika meyakini segala kekuatan hakikatnya dari Allah semata.[3]
Inti dari hukum benda pusaka didasarkan pada keyakinan kita dalam menilai benda tersebut.
Sedangkan bagi orang yang meyakini adanya jin didalam benda pusaka tersebut, kemudian meminta bantuan jin yang ada didalamnya ( استخدام الجان ) dengan terlebih dahulu melakukan ritual seperti pembakaran dupa dan pembacaan mantra, maka bisa berakibat kekufuran jika meyakini dengan ritual tersebut jin yang ada didalamnya bisa tunduk dan mau melakukan segala kehendaknya. [4]
[1] تفسير البغوي – (ج 1 / ص 100)
وقال سعيد بن جبير: هو الحجر الذي وضع موسى ثوبه عليه ليغتسل ففر بثوبه ومر به على ملأ من بني إسرائيل حين رموه بالأدرة فلما وقف أتاه جبرائيل فقال: إن الله تعالى يقول: ارفع هذا الحجر فلي فيه قدرة، ولك فيه معجزة، فرفعه ووضعه في مخلاته،
[2] تفسير الرازي – (ج 2 / ص 126(
المسألة الرابعة؛ الفاء في قوله : { فانفجرت } متعلقة بمحذوف أي فضرب فانفجرت أو فإن ضربت فقد انفجرت . بقي هنا سؤالات :
السؤال الأول : هل يجوز أن يأمره الله تعالى بأن يضرب بعصاه الحجر فينفجر من غير ضرب حتى يستغني عن تقدير هذا المحذوف؟ الجواب : لا يمتنع في القدرة أن يأمره الله تعالى بأن يضرب بعصاه الحجر ومن قبل أن يضرب ينفجر على قدر الحاجة لأن ذلك لو قيل إنه أبلغ في قيل : إنه أبلغ في الإعجاز لكان أقرب ، لكن الصحيح أنه ضرب فانفجرت لأنه تعالى لو أمر رسوله بشيء ، ثم إن الرسول لا يفعله لصار الرسول عاصياً ، ولأنه إذا انفجر من غير ضرب صار الأمر بالضرب بالعصا عبثاً ، كأنه لا معنى له ولأن المروي في الأخبار أن تقديره : فضرب فانفجرت كما في قوله تعالى : { فانفلق } [ الشعراء : 63 ] من أن المراد فضرب فانفلق .
[3] الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج 3 / ص 70)
باب صلاة الاستسقاء ( وسئل ) رضي الله عنه ما قول من يقول بسعد المنازل وبحسنها وما يكون جواب من يسأل عن يوم كذا يصلح لنقلة أو تزويج ؟ ( فأجاب ) بقوله : من أضاف التأثير إلى المنازل أو الكواكب أو البروج أو الأيام أو نحو ذلك فإن أراد أن ذلك من حيث إن الله أجرى عادته الإلهية بوقوع ذلك الأمر عند ذلك الشيء لم يحرم عليه بل يكره له ذلك وإن أراد أن نحو المنزل أو الكوكب مؤثر بنفسه كفر وأصل ذلك ما قاله الأئمة فيمن يقول مطرنا بنوء كذا فعلم أن من سئل عن يوم يصلح لنحو نقلة . ينبغي أن لا يجيب بشيء من حيث اليوم بل يأمر بالاستخارة والفعل بعدها إن انشرح له الصدر لأن هذا هو السنة وخلاف المألوف من الجهلة المشتغلين بما لا يحل من علم الرمل وأمثاله هو البدعة القبيحة المحرمة .
غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد / 206
(مسئلة) اذا سأل رجل آخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج الى جواب لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه اذا كان المنجم يقول ويعتقد انه لا يؤثر الا الله ولكن اجرى العادة بأنه يقع كذا عند كذا والمؤثر هو الله عز وجل فهذا عندي لا بأس به وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات، وافتى الزملكاني بالتحريم مطلقا وافتى ابن الصلاح بتحريم الضرب بالرملي وبالحصاة ونحوها قال حسين الأهدال : وما يوجد من التعاليق في الكتب من ذلك فمن حرافات بعض المنجمين والمتحذلقين وترهاتهم لا يحل اعتقاد ذلك وهو من الإستقسام بالأزلام زمن جملة الطيرة المنهي عنها وقذ نهى عنه علي وابن عباس رضي الله عنهما
[4] سبعة كتب المفيدة / 17
(والإستخدامات) اما بالكواكب او بالجان ويعض الألفاظ التي يخاطب بها الكواكب منها ما هو كفر صريح كمناداة بلفظ الإلهية : ويزعم اهل هذا العلم انه اذا تكلم بتلك الكلمات مع البخور على هيئة المشروطة كانت روحانية تلك الكواكب مطيعة له متى اراد شيئا فعلته له على زعمهم وكذلك القول في ملوك الجان على زعمهم والغالب على المشتغل بالإستخدام لمن ذكر كفر والعياذ بالله فلا يشتغل به مفلح ولا سديد النظر وافر العقل
Istilah Dalam Dunia Keris
Dalam budaya perkerisan ada sejumlah istilah yang terdengar asing bagi orang awam.. Pemahaman akan istilah-istilah ini akan sangat berguna dalam proses mendalami pengetahuan mengenai keris. Istilah dalam dunia keris, khususnya di Pulau Jawa, yang sering dipakai: angsar, dapur, pamor, perabot, tangguh, tanjeg, dan lain sebagainya.
Di bawah ini adalah uraian singkat yang disusun secara alfabetik mengenai istilah perkerisan. Istilah ini lazim digunakan di Pulau Jawa dan Madura, tetapi dimengerti dan kadang kala juga digunakan di daerah lainnya, seperti Sulawesi, Sumatra, dan bahkan di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Keris Bima, Nusa Tenggara Barat. Keris ini diduga milik keluarga bangsawan tinggi, sarung dan hulunya berlapis emas.
Angsar
adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian orang terdapat pada sebilah keris. Daya kesaktian atau daya gaib itu tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan oleh orang yang percaya. Angsar dapat berpengaruh baik atau posistif, bisa pula sebaliknya.
Pada dasarnya, semua keris ber-angsar baik. Tetapi kadang-kadang, angsar yang baik itu belum tentu cocok bagi setiap orang. Misalnya, keris yang angsar-nya baik untuk seorang prajurit, hampir pasti tidak cocok bila dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang angsar-nya baik untuk seorang pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai berpangkat rendah.
Guna mengetahui angsar keris, diperlukan ilmu tanjeg. Sedangkan untuk mengetahui cocok dan tidaknya seseorang dengan angsar sebuah keris, diperlukan ilmu tayuh.
Dapur
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau type bilah keris. Dengan menyebut nama dapur keris, orang yang telah paham akan langsung tahu, bentuk keris yang seperti apa yang dimaksud. Misalnya, seseorang mengatakan: "Keris itu ber-dapur Tilam Upih", maka yang mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris lurus, bukan keris yang memakai luk. Lain lagi kalau disebut dapur-nya Sabuk Inten, maka itu pasti keris yang ber-luk sebelas.
Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari 145 macam dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam saja. Serat Centini, salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris yang pakem memuat rincian jumlah dapur keris sbb:
Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11 macam. Keris luk lima ada 12 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada 13 macam. Keris luk sebelas ada 10 macam. Keris luk tigabelas ada 11 macam. Keris luk limabelas ada 3 macam. Keris luk tujuhbelas ada 2 macam. Keris luk sembilan belas, sampai luk duapuluh sembilan masing-masing ada semacam.
Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam, luk sebelas ada 10 macam, luk tigabelas ada11 macam, luk limabelas ada 6 macam, luk tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan ada dua macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam.
Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi.
Luk
Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus, tetapi berkelok atau berlekuk. Luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Hitungannya mulai dari luk tiga, sampai luk tigabelas. Itu keris yang normal. Jika luknya lebih dari 13, dianggap sebagai keris yang tidak normal, dan disebut keris kalawijan atau palawijan.
Jumlah luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Selain itu, irama luk keris dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, luk yang kemba atau samar. Kedua, luk yang sedeng atau sedang. Dan ketiga, luk yang rengkol -- yakni yang irama luknya tegas.
Luk keris. Angka-angka menunjukkan bilangan jumlah luknya.
Mas kawin
Dalam dunia perkerisan adalah pembayaran sejumlah uang atau barang lain, sebagai syarat transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris, pedang, atau tombak. Dengan kata yang sederhana, mas kawin atau mahar adalah harga.
Istilah mas kawin atau mahar ini timbul karena dalam masyarakat perkerisan terdapat kepercayaan bahwa isi sebilah keris harus cocok atau jodoh dengan pemiliknya. Jika isi keris itu jodoh, si pemilik akan mendapat keberuntungan, sedangkan kalau tidak maka kesialan yang akan diperoleh. Dunia perkerisan juga mengenal istilah melamar, bilamana seseorang berminat hendak membeli sebuah keris.
Mendak
adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali, dan Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak hampir selalu dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan, atau tembaga. Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian. Pada zaman dulu ada juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.
Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi sebagai pembatas antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.
Pamor
Pamor dalam dunia perkerisan memiliki 3 (tiga) macam pengertian. Yang pertama menyangkut bahan pembuatannya; misalnya: pamor meteorit, pamor Luwu, pamor nikel, dan pamor sanak. Pengertian yang kedua menyangkut soal bentuk gambaran atau pola bentuknya. Misalnya: pamor Ngulit Semangka, Beras Wutah, Ri Wader, Adeg, dan sebagainya. Ketiga, menyangkut soal teknik pembuatannya, misalnya: pamor mlumah, pamor miring, dan pamor puntiran.
Dua macam pamor yang tergolong jenis pamor miring.
Selain itu, ditinjau dari niat sang empu, pola pamor yang terjadi masih dibagi lagi menjadi dua golongan. Kalau sang empu membuat pamor keris tanpa merekayasa polanya, maka pola pamor yang terjadi disebut pamor tiban. Orang akan menganggap bentuk pola pamor itu terjadi karena anugerah Tuhan. Sebaliknya, jika sang empu lebih dulu membuat rekayasa pla pamornya, disebut pamor rekan [rékan berasal dari kata réka = rekayasa]. Contoh pamor tiban, misalnya: Beras wutah, Ngulit Semangka, Pulo Tirta. Contoh pamor rekan, misalnya: Udan Mas, Ron Genduru, Blarak Sinered, dan Untu Walang.
Keris dapur Sepang. Pamornya Wos Wutah yang tergolong jenis pamor mlumah.
Ada lagi yang disebut pamor titipan atau pamor ceblokan, yakni pamor yang disusulkan pembuatannya, setelah bilah keris selesai 90 persen. Pola pamor itu disusulkan pada akhir proses pembuatan keris. Contohnya, pamor Kul Buntet, Batu Lapak, dll.
Pamor Kul Buntet yang tergolong pamor titipanPamor Batu Lapak
Pendok
berfungsi sebagai pelindung atau pelapis gandar, yaitu bagian warangka keris yang terbuat dari kayu lunak. Namun fungsi pelindung itu kemudian beralih menjadi sarana penampil kemewahan. Pendok yang sederhana biasanya terbuat dari kuningan atau tembaga, tetapi yang mewah terbuat dari perak atau emas bertatah intan berlian.
Bentuk pendok ada beberapa macam, yakni pendok bunton, blewehan, slorok, dan topengan.
Pendok keris: No 1 sampai 4 gaya Surakarta, no. 5 gaya Yogyakarta.
Perabot
Dalam dunia perkerisan, asesoris bilah keris disebut perabot keris. Perlengkapan atau asesoris itu meliputi warangka atau sarung keris, ukiran atau hulu keris, mendak atau cincin keris, selut atau pedongkok, dan pendok atau logam pelapis warangka.
Ricikan
Adalah bagian-bagian atau komponen bilah keris atau tombak. Masing-masing ricikan keris ada namanya. Dalam dunia perkerisan soal ricikan ini penting, karena sangat erat kaitannya dengan soal dapur dan tangguh keris.
Sebilah keris ber-dapur Jalak Sangu Tumpeng tanda-tandanya adalah berbilah lurus, memakai gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis, dan tingil. Gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis, dan tingil, adalah komponen keris yang disebut ricikan..
Selut
seperti mendak, terbuat dari emas atau perak, bertatahkan permata. Tetapi fungsi selut terbatas hanya sebagai hiasan yang menampilkan kemewahan. Dilihat dari bentuk dan ukurannya, selut terbagi menjadi dua jenis, yaitu selut njeruk pecel yang ukurannya kecil, dan selut njeruk keprok yang lebih besar.
Sebagai catatan; pada tahun 2001, selut nyeruk keprok yang bermata berlian harganya dapat mencapai lebih dari Rp. 20 juta!
Karena dianggap terlalu menampilkan kemewahan, tidak setiap orang mau mengenakan keris dengan hiasan selut.
Selut gaya Surakarta, jenis njeruk keprok
Tangguh
Tangguh arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya merupakan perkiraan, me-nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya tangguh Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris dari kedua tangguh itu memang mirip. Tetapi jika sebuah keris buatan baru di-tangguh keris Jenggala, maka jelas ia bukan seorang ahli tangguh yang baik.
Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh keris. Untuk itu ia perlu belajar dari seorang ahli tangguh, dan mengamati secara cermat ribuan bilah keris. Ia juga harus memiliki photographic memory yang kuat.
Bentuk keris tangguh Segaluh
Mas Ngabehi Wirasoekadga, abdidalem Keraton Kasunanan Surakarta, dalam bukunya Panangguhing Duwung (Sadubudi, Solo, 1955) membagi tangguh keris menjadi 20 tangguh. Ia tidak menyebut tentang tangguh Yogyakarta, melainkan tangguh Ngenta-enta, yang terletak di dekat Yogya. Keduapuluh tangguh itu adalah:
1. Pajajaran 2. Tuban 3. Madura 4. Blambangan 5. Majapahit
6. Sedayu 7. Jenu 8. Tiris-dayu 9. Setra-banyu 10. Madiun
11. Demak 12. Kudus 13. Cirebon 14. Pajang 15. Pajang
16. Mataram 17. Ngenta-enta,Yogyakarta 18. Kartasura 19. Surakarta
Keris Buda dan tangguh kabudan, walaupun di kenal masyarakat secara luas, tidak dimasukan dalam buku buku yang memuat soal tangguh. Mungkin, karena dapur keris yang di anggap masuk dalam tangguh Kabudan dan hanya sedikit, hanya dua macam bentuk, yakni jalak buda dan betok buda.
Sementara itu Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia, Jakarta 2004) membagi periodisasi keris menjadi 22 tangguh, yaitu:
1. Tangguh Segaluh 2. Tangguh Pajajaran
3. Tangguh Kahuripan 4. Tangguh Jenggala
5. Tangguh Singasari 6. Tangguh Majapahit
7. Tangguh Madura 8. Tangguh Blambangan
9. Tangguh Sedayu 10. Tangguh Tuban
11. Tangguh Sendang 12. Tangguh Pengging
13. Tangguh Demak 14. Tangguh Panjang
15. Tangguh Madiun 16. Tangguh Koripan
17. Tangguh Mataram Senopaten 18. Mataram Sultan Agung
19. Mataram Amangkuratan 20. Tangguh Cirebon
21. Tangguh Surakarta 22. Tangguh Yogyakarta
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh Buda. Keris Buda mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar, tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang aseli dan yang palsu.
Tanjeg
adalah perkiraan manfaat atau tuah keris, tombak, atau tosan aji lainnya. Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris memiliki 'isi' yang disebut angsar. Kegunaan atau manfaat angsar keris ini banyak macamnya. Ada yang menambah rasa percaya diri, ada yang membuat lebih luwes dalam pergaulan, ada yang membuat nasihatnya di dengar orang. Untuk mengetahui segala manfaat angsar itu, diperlukan ilmu tanjeg. Dalam dunia perkerisan, ilmu tanjeg termasuk esoteri keris.
Tayuh
Merupakan perkiraan tentang cocok atau tidaknya, angsar sebilah keris dengan (calon) pemiliknya. Sebelum memutuskan, apakah keris itu akan dibeli (dibayar mas kawinnya), si peminat biasanya terlebih dulu akan me- tayuh atas keris itu. Tujuannya untuk mengetahui, apakah keris itu cocok atau berjodoh dengan dirinya.
Ukiran
Kata ukiran dalam dunia perkerisan adalah gagang atau hilt. Berbeda artinya dari kata 'ukiran' dalam bahasa Indonesia yang padanannya ialah carved atau engraved. Gagang keris di Bali disebut danganan, di Madura disebut landheyan, di Surakarta disebut jejeran, di Yogyakarta disebut deder. Sedangkan daerah lain di Indonesia dan Malaysia, Singapura, serta Brunei Darussalam disebut hulu keris.
Ukiran gaya Surakarta wanda Maraseba
Javakeris memakai istilah ukiran dan hulu keris mengingat semua daerah itu juga mengenal dan memahami arti kata ukiran dalam perkerisan. Bentuk ukiran atau hulu keris di setiap daerah berbeda satu sama lain.
Di bawah ini adalah contoh bentuk hulu keris dari beberapa daerah.
Warangka
Atau sarung keris kebanyakan terbuat dari kayu yang berserat dan bertekstur indah. Namun di beberapa daerah ada juga warangka keris yang dibuat dari gading, tanduk kerbau, dan bahkan dari fosil binatang purba. Warangka keris selalu dibuat indah dan sering kali juga mewah. Itulah sebabnya, warangka juga dapat digunakan untuk memperlihatkan status sosial ekonomi pemiliknya.
Bentuk warangka keris berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Bahkan pada satu daerah seringkali terdapat beberapa macam bentuk warangka. Perbedaan bentuk warangka ini membuat orang mudah membedakan, sekaligus mengenali keris-keris yang berasal dari Bali, Palembang, Riau, Madura, Jawa, Bugis, Bima, atau Malaysia.
Berikut adalah jenis-jenis warangka dari berbagai daerah perkerisan:
Warangka Surakarta
Biasanya terbuat dari kayu cendana wangi atau cendana Sumbawa (sandalwood - Santalum Album L.) Pilihan kedua adalah kayu trembalo, setelah itu kayu timaha pelet.
Warangka ladrang terbagi menjadi empat wanda utama, yaitu Ladrang Kasatriyan, Ladrang Kadipaten, Ladrang Capu, dan Ladrang Kacir. Dua wanda yang terakhir sudah jarang dibuat, sehingga kini menjadi langka.
Warangka ladrang adalah jenis warangka yang dikenakan untuk menghadiri suatu upacara, pesta, dan si pemakai tidak sedang melaksanakan suatu tugas. Bila dibandingkan pada pakaian militer, warangka ladrang tergolong Pakaian Dinas Upacara (PDU).
Ladrang Kadipaten
Selain ladrang, di Surakarta juga ada warangka gayaman, yang dikenakan pada saat orang sedang melakukan suatu tugas. Misalnya, sedang menjadi panitia pernikahan, sedang menabuh gamelan, atau sedang mendalang. Prajurit keraton yang sedang bertugas selalu mengenakan keris dengan warangka gayaman.
Warangka gayaman Surakarta juga ada beberapa jenis, di antaranya: Gayaman Gandon, Gayaman Pelokan, Gayaman Ladrang, Gayaman Bancigan, Gayaman Wayang.
Jenis warangka yang ketiga adalah warangka Sandang Walikat. Bentuknya sederhana dan tidak gampang rusak. Warangka jenis inilah yang digunakan manakala seseorang membawa (bukan mengenakan) sebilah keris dalam perjalanan.
Warangka Sandang Walikat
Warangka Yogyakarta
Warangka branggah Yogyakarta terbuat dari kayu kemuningBentuk warangka di Yogyakarta mirip dengan Surakarta, hanya ukurannya agak lebih kecil, gayanya lebih singset. Yang bentuknya serupa dengan warangka ladrang, di Yogyakarta disebut branggah. Kayu pembuat warangka branggah di Yogyakarta adalah kayu trembalo dan timaha. Sebenarnya penggunaan warangka branggah di Yogyakarta sama dengan warangka ladrang di Surakarta, tetapi beberapa dekade ini norma itu sudah tidak terlalu ketat di masyarakat.
Jenis bentuk warangka Yogyakarta lainnya adalah gayaman. Dulu ada lebih kurang delapan jenis warangka gayaman, tetapi kini hanya dua jenis wanda warangka yang populer, yakni gayaman ngabehan dan gayaman banaran. Warangka gayaman dikenakan pada saat seseorang tidak sedang mengikuti suatu upacara.
Jenis bentuk warangka yang ketiga adalah sandang walikat, yang boleh dibilang sama bentuknya dengan sandang walikat gaya Surakarta.
Di bawah ini adalah uraian singkat yang disusun secara alfabetik mengenai istilah perkerisan. Istilah ini lazim digunakan di Pulau Jawa dan Madura, tetapi dimengerti dan kadang kala juga digunakan di daerah lainnya, seperti Sulawesi, Sumatra, dan bahkan di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Keris Bima, Nusa Tenggara Barat. Keris ini diduga milik keluarga bangsawan tinggi, sarung dan hulunya berlapis emas.
Angsar
adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian orang terdapat pada sebilah keris. Daya kesaktian atau daya gaib itu tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan oleh orang yang percaya. Angsar dapat berpengaruh baik atau posistif, bisa pula sebaliknya.
Pada dasarnya, semua keris ber-angsar baik. Tetapi kadang-kadang, angsar yang baik itu belum tentu cocok bagi setiap orang. Misalnya, keris yang angsar-nya baik untuk seorang prajurit, hampir pasti tidak cocok bila dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang angsar-nya baik untuk seorang pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai berpangkat rendah.
Guna mengetahui angsar keris, diperlukan ilmu tanjeg. Sedangkan untuk mengetahui cocok dan tidaknya seseorang dengan angsar sebuah keris, diperlukan ilmu tayuh.
Dapur
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau type bilah keris. Dengan menyebut nama dapur keris, orang yang telah paham akan langsung tahu, bentuk keris yang seperti apa yang dimaksud. Misalnya, seseorang mengatakan: "Keris itu ber-dapur Tilam Upih", maka yang mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris lurus, bukan keris yang memakai luk. Lain lagi kalau disebut dapur-nya Sabuk Inten, maka itu pasti keris yang ber-luk sebelas.
Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari 145 macam dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam saja. Serat Centini, salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris yang pakem memuat rincian jumlah dapur keris sbb:
Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11 macam. Keris luk lima ada 12 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada 13 macam. Keris luk sebelas ada 10 macam. Keris luk tigabelas ada 11 macam. Keris luk limabelas ada 3 macam. Keris luk tujuhbelas ada 2 macam. Keris luk sembilan belas, sampai luk duapuluh sembilan masing-masing ada semacam.
Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam, luk sebelas ada 10 macam, luk tigabelas ada11 macam, luk limabelas ada 6 macam, luk tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan ada dua macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam.
Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi.
Luk
Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus, tetapi berkelok atau berlekuk. Luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Hitungannya mulai dari luk tiga, sampai luk tigabelas. Itu keris yang normal. Jika luknya lebih dari 13, dianggap sebagai keris yang tidak normal, dan disebut keris kalawijan atau palawijan.
Jumlah luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Selain itu, irama luk keris dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, luk yang kemba atau samar. Kedua, luk yang sedeng atau sedang. Dan ketiga, luk yang rengkol -- yakni yang irama luknya tegas.
Luk keris. Angka-angka menunjukkan bilangan jumlah luknya.
Mas kawin
Dalam dunia perkerisan adalah pembayaran sejumlah uang atau barang lain, sebagai syarat transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris, pedang, atau tombak. Dengan kata yang sederhana, mas kawin atau mahar adalah harga.
Istilah mas kawin atau mahar ini timbul karena dalam masyarakat perkerisan terdapat kepercayaan bahwa isi sebilah keris harus cocok atau jodoh dengan pemiliknya. Jika isi keris itu jodoh, si pemilik akan mendapat keberuntungan, sedangkan kalau tidak maka kesialan yang akan diperoleh. Dunia perkerisan juga mengenal istilah melamar, bilamana seseorang berminat hendak membeli sebuah keris.
Mendak
adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali, dan Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak hampir selalu dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan, atau tembaga. Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian. Pada zaman dulu ada juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.
Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi sebagai pembatas antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.
Pamor
Pamor dalam dunia perkerisan memiliki 3 (tiga) macam pengertian. Yang pertama menyangkut bahan pembuatannya; misalnya: pamor meteorit, pamor Luwu, pamor nikel, dan pamor sanak. Pengertian yang kedua menyangkut soal bentuk gambaran atau pola bentuknya. Misalnya: pamor Ngulit Semangka, Beras Wutah, Ri Wader, Adeg, dan sebagainya. Ketiga, menyangkut soal teknik pembuatannya, misalnya: pamor mlumah, pamor miring, dan pamor puntiran.
Dua macam pamor yang tergolong jenis pamor miring.
Selain itu, ditinjau dari niat sang empu, pola pamor yang terjadi masih dibagi lagi menjadi dua golongan. Kalau sang empu membuat pamor keris tanpa merekayasa polanya, maka pola pamor yang terjadi disebut pamor tiban. Orang akan menganggap bentuk pola pamor itu terjadi karena anugerah Tuhan. Sebaliknya, jika sang empu lebih dulu membuat rekayasa pla pamornya, disebut pamor rekan [rékan berasal dari kata réka = rekayasa]. Contoh pamor tiban, misalnya: Beras wutah, Ngulit Semangka, Pulo Tirta. Contoh pamor rekan, misalnya: Udan Mas, Ron Genduru, Blarak Sinered, dan Untu Walang.
Keris dapur Sepang. Pamornya Wos Wutah yang tergolong jenis pamor mlumah.
Ada lagi yang disebut pamor titipan atau pamor ceblokan, yakni pamor yang disusulkan pembuatannya, setelah bilah keris selesai 90 persen. Pola pamor itu disusulkan pada akhir proses pembuatan keris. Contohnya, pamor Kul Buntet, Batu Lapak, dll.
Pamor Kul Buntet yang tergolong pamor titipanPamor Batu Lapak
Pendok
berfungsi sebagai pelindung atau pelapis gandar, yaitu bagian warangka keris yang terbuat dari kayu lunak. Namun fungsi pelindung itu kemudian beralih menjadi sarana penampil kemewahan. Pendok yang sederhana biasanya terbuat dari kuningan atau tembaga, tetapi yang mewah terbuat dari perak atau emas bertatah intan berlian.
Bentuk pendok ada beberapa macam, yakni pendok bunton, blewehan, slorok, dan topengan.
Pendok keris: No 1 sampai 4 gaya Surakarta, no. 5 gaya Yogyakarta.
Perabot
Dalam dunia perkerisan, asesoris bilah keris disebut perabot keris. Perlengkapan atau asesoris itu meliputi warangka atau sarung keris, ukiran atau hulu keris, mendak atau cincin keris, selut atau pedongkok, dan pendok atau logam pelapis warangka.
Ricikan
Adalah bagian-bagian atau komponen bilah keris atau tombak. Masing-masing ricikan keris ada namanya. Dalam dunia perkerisan soal ricikan ini penting, karena sangat erat kaitannya dengan soal dapur dan tangguh keris.
Sebilah keris ber-dapur Jalak Sangu Tumpeng tanda-tandanya adalah berbilah lurus, memakai gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis, dan tingil. Gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis, dan tingil, adalah komponen keris yang disebut ricikan..
Selut
seperti mendak, terbuat dari emas atau perak, bertatahkan permata. Tetapi fungsi selut terbatas hanya sebagai hiasan yang menampilkan kemewahan. Dilihat dari bentuk dan ukurannya, selut terbagi menjadi dua jenis, yaitu selut njeruk pecel yang ukurannya kecil, dan selut njeruk keprok yang lebih besar.
Sebagai catatan; pada tahun 2001, selut nyeruk keprok yang bermata berlian harganya dapat mencapai lebih dari Rp. 20 juta!
Karena dianggap terlalu menampilkan kemewahan, tidak setiap orang mau mengenakan keris dengan hiasan selut.
Selut gaya Surakarta, jenis njeruk keprok
Tangguh
Tangguh arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya merupakan perkiraan, me-nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya tangguh Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris dari kedua tangguh itu memang mirip. Tetapi jika sebuah keris buatan baru di-tangguh keris Jenggala, maka jelas ia bukan seorang ahli tangguh yang baik.
Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh keris. Untuk itu ia perlu belajar dari seorang ahli tangguh, dan mengamati secara cermat ribuan bilah keris. Ia juga harus memiliki photographic memory yang kuat.
Bentuk keris tangguh Segaluh
Mas Ngabehi Wirasoekadga, abdidalem Keraton Kasunanan Surakarta, dalam bukunya Panangguhing Duwung (Sadubudi, Solo, 1955) membagi tangguh keris menjadi 20 tangguh. Ia tidak menyebut tentang tangguh Yogyakarta, melainkan tangguh Ngenta-enta, yang terletak di dekat Yogya. Keduapuluh tangguh itu adalah:
1. Pajajaran 2. Tuban 3. Madura 4. Blambangan 5. Majapahit
6. Sedayu 7. Jenu 8. Tiris-dayu 9. Setra-banyu 10. Madiun
11. Demak 12. Kudus 13. Cirebon 14. Pajang 15. Pajang
16. Mataram 17. Ngenta-enta,Yogyakarta 18. Kartasura 19. Surakarta
Keris Buda dan tangguh kabudan, walaupun di kenal masyarakat secara luas, tidak dimasukan dalam buku buku yang memuat soal tangguh. Mungkin, karena dapur keris yang di anggap masuk dalam tangguh Kabudan dan hanya sedikit, hanya dua macam bentuk, yakni jalak buda dan betok buda.
Sementara itu Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia, Jakarta 2004) membagi periodisasi keris menjadi 22 tangguh, yaitu:
1. Tangguh Segaluh 2. Tangguh Pajajaran
3. Tangguh Kahuripan 4. Tangguh Jenggala
5. Tangguh Singasari 6. Tangguh Majapahit
7. Tangguh Madura 8. Tangguh Blambangan
9. Tangguh Sedayu 10. Tangguh Tuban
11. Tangguh Sendang 12. Tangguh Pengging
13. Tangguh Demak 14. Tangguh Panjang
15. Tangguh Madiun 16. Tangguh Koripan
17. Tangguh Mataram Senopaten 18. Mataram Sultan Agung
19. Mataram Amangkuratan 20. Tangguh Cirebon
21. Tangguh Surakarta 22. Tangguh Yogyakarta
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh Buda. Keris Buda mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar, tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang aseli dan yang palsu.
Tanjeg
adalah perkiraan manfaat atau tuah keris, tombak, atau tosan aji lainnya. Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris memiliki 'isi' yang disebut angsar. Kegunaan atau manfaat angsar keris ini banyak macamnya. Ada yang menambah rasa percaya diri, ada yang membuat lebih luwes dalam pergaulan, ada yang membuat nasihatnya di dengar orang. Untuk mengetahui segala manfaat angsar itu, diperlukan ilmu tanjeg. Dalam dunia perkerisan, ilmu tanjeg termasuk esoteri keris.
Tayuh
Merupakan perkiraan tentang cocok atau tidaknya, angsar sebilah keris dengan (calon) pemiliknya. Sebelum memutuskan, apakah keris itu akan dibeli (dibayar mas kawinnya), si peminat biasanya terlebih dulu akan me- tayuh atas keris itu. Tujuannya untuk mengetahui, apakah keris itu cocok atau berjodoh dengan dirinya.
Ukiran
Kata ukiran dalam dunia perkerisan adalah gagang atau hilt. Berbeda artinya dari kata 'ukiran' dalam bahasa Indonesia yang padanannya ialah carved atau engraved. Gagang keris di Bali disebut danganan, di Madura disebut landheyan, di Surakarta disebut jejeran, di Yogyakarta disebut deder. Sedangkan daerah lain di Indonesia dan Malaysia, Singapura, serta Brunei Darussalam disebut hulu keris.
Ukiran gaya Surakarta wanda Maraseba
Javakeris memakai istilah ukiran dan hulu keris mengingat semua daerah itu juga mengenal dan memahami arti kata ukiran dalam perkerisan. Bentuk ukiran atau hulu keris di setiap daerah berbeda satu sama lain.
Di bawah ini adalah contoh bentuk hulu keris dari beberapa daerah.
Warangka
Atau sarung keris kebanyakan terbuat dari kayu yang berserat dan bertekstur indah. Namun di beberapa daerah ada juga warangka keris yang dibuat dari gading, tanduk kerbau, dan bahkan dari fosil binatang purba. Warangka keris selalu dibuat indah dan sering kali juga mewah. Itulah sebabnya, warangka juga dapat digunakan untuk memperlihatkan status sosial ekonomi pemiliknya.
Bentuk warangka keris berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Bahkan pada satu daerah seringkali terdapat beberapa macam bentuk warangka. Perbedaan bentuk warangka ini membuat orang mudah membedakan, sekaligus mengenali keris-keris yang berasal dari Bali, Palembang, Riau, Madura, Jawa, Bugis, Bima, atau Malaysia.
Berikut adalah jenis-jenis warangka dari berbagai daerah perkerisan:
Warangka Surakarta
Biasanya terbuat dari kayu cendana wangi atau cendana Sumbawa (sandalwood - Santalum Album L.) Pilihan kedua adalah kayu trembalo, setelah itu kayu timaha pelet.
Warangka ladrang terbagi menjadi empat wanda utama, yaitu Ladrang Kasatriyan, Ladrang Kadipaten, Ladrang Capu, dan Ladrang Kacir. Dua wanda yang terakhir sudah jarang dibuat, sehingga kini menjadi langka.
Warangka ladrang adalah jenis warangka yang dikenakan untuk menghadiri suatu upacara, pesta, dan si pemakai tidak sedang melaksanakan suatu tugas. Bila dibandingkan pada pakaian militer, warangka ladrang tergolong Pakaian Dinas Upacara (PDU).
Ladrang Kadipaten
Selain ladrang, di Surakarta juga ada warangka gayaman, yang dikenakan pada saat orang sedang melakukan suatu tugas. Misalnya, sedang menjadi panitia pernikahan, sedang menabuh gamelan, atau sedang mendalang. Prajurit keraton yang sedang bertugas selalu mengenakan keris dengan warangka gayaman.
Warangka gayaman Surakarta juga ada beberapa jenis, di antaranya: Gayaman Gandon, Gayaman Pelokan, Gayaman Ladrang, Gayaman Bancigan, Gayaman Wayang.
Jenis warangka yang ketiga adalah warangka Sandang Walikat. Bentuknya sederhana dan tidak gampang rusak. Warangka jenis inilah yang digunakan manakala seseorang membawa (bukan mengenakan) sebilah keris dalam perjalanan.
Warangka Sandang Walikat
Warangka Yogyakarta
Warangka branggah Yogyakarta terbuat dari kayu kemuningBentuk warangka di Yogyakarta mirip dengan Surakarta, hanya ukurannya agak lebih kecil, gayanya lebih singset. Yang bentuknya serupa dengan warangka ladrang, di Yogyakarta disebut branggah. Kayu pembuat warangka branggah di Yogyakarta adalah kayu trembalo dan timaha. Sebenarnya penggunaan warangka branggah di Yogyakarta sama dengan warangka ladrang di Surakarta, tetapi beberapa dekade ini norma itu sudah tidak terlalu ketat di masyarakat.
Jenis bentuk warangka Yogyakarta lainnya adalah gayaman. Dulu ada lebih kurang delapan jenis warangka gayaman, tetapi kini hanya dua jenis wanda warangka yang populer, yakni gayaman ngabehan dan gayaman banaran. Warangka gayaman dikenakan pada saat seseorang tidak sedang mengikuti suatu upacara.
Jenis bentuk warangka yang ketiga adalah sandang walikat, yang boleh dibilang sama bentuknya dengan sandang walikat gaya Surakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)